SURAKARTA (voa Islam) – Jum’at kemarin (21 Februari 2014), ribuan umat Islam Surakarta yang terdiri dari unsur MUI, Muhammadiyah, NU, MTA, Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), DDII Jateng, FKAM, JAT, MMI, Front Jihad Islam, LUIS, Majelis Taklim Al Ishlah, Kokam Kartasura, Majelis Taklim Al Huda, Forum Umat Islam, Sapala Al Mukmin Ngruki, Elmusa, Hisbullah Sunan Bonang dan ormas lainnya melakukan konvoi dari Gerbang Selatan Stadion Manahan menuju Gedung DPRD kota Surakarta.
Menurut rencana, pansus Raperda Miras DPRD akan mengesahkan Perda Miras pada tanggal 27 Februari 2014. Dalam Surat Pernyataan Sikapnya, Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) yang ditandatangani oleh DR. Muh. Muinudinillah, MA (Ketua) dan Aris Munandar Al Fatah selaku Sekertaris Jendral dan diketahui MUI yang ditandatangani Prof. Dr. dr. H. Zaenal Arifin Adnan, Sp. PD mengancam akan melakukan kampanye Golput jika DPRD tetap melegalkan Minuman Keras.
Dalam Rapat Akbar di halaman Gedung DPRD Solo, semua orator dari MUI, DSKS, DDII, MMI, MTA, NU, FKAM, LUIS, Ponpes Al Mukmin Ngruki sepakat bahwa MIRAS hukumnya Haram, baik sedikit atau banyak. 2 Fraksi juga mendeklarasikan penolakan Raperda Miras dan justru mendukung jika yang dibuat adalah Perda Larangan Miras.
Salah satu puluhan spanduk dari elemen Muslim Surakarta terdapat tulisan,"Walikota dan DPRD yang Pro Miras Ganti atau Mundur” Walau acara sempat diguyur hujan, namun ketika akhir konvoi dan menjelang sampai Gedung DPRD hujan reda hingga menjelang Asar Acara berjalan lancar dan tertib dengan penjagaan puluhan Polisi dan TNI.
Perpres no 74/2013 Biang Bencana
Sebagai muslim, kita menyadari betul bahaya Miras bagi masyarakat bahkan kehidupan manusia pada umumnya. Namun apa yang diperbuat presiden SBY yang bolak-balik naik Haji dan diakui selaku Ulil Amri oleh kalangan Salafiyyun adalah jelas-jelas kekufuran nyata. Perpres no 74 tahun 2013 adalah peraturan yang menantang kekuasaan dan hukum Alloh Azza wa Jalla. Inilah sebenarnya sumber bencananya. Perpres 'oplosan' dari jaman Orde Baru yang dibatalkan MA justru dimunculkan pada era akhir kepemimpinannya.
Ideologi negara sila pertama yakni: "Ketuhanan YME" pada faktanya telah berganti dengan "Keuangan Yang Maha Kuasa". Produk Miras yang berasal dari produsen-produsen dalam dan luar negri pasti dibuat oleh orang-orang yang bertuhankan kenikmatan duniawi (hedonisme). Saat produk buruk semacam itu beredar, maka 'manfaat'nya adalah uang pajak (retribusi) bagi penguasa yang membuat regulasi.
Dalam hal ini, kelompok orang-orang bejat pecandu Miras dilindungi sementara mayoritas masyarakat yang baik-baik terancam bahaya akibat negatif dari legalnya Miras di masyarakat. Aparat Negara akan dengan seenaknya menjatuhkan sangsi hukum bagi elemen-elemen masyarakat yang melawan peraturan 'goblok' ala Jahiliyah itu. Sementara mereka dengan semau-maunya menangguk keuntungan duniawi dari rusaknya masyarakat yang dinaunginya.
Diatas semuanya, inilah hasil nyata dari sistem demokrasi yang mempertuhankan suara yang banyak. Pastinya, sistem kufur ini bertentangan secara diametral dengan Diinul Islam yang datang dari Dzat yang Satu, yakni Alloh Azza wa Jalla. (Abu Fatih/voa Islam)