View Full Version
Sabtu, 01 Mar 2014

Rand Corporation 'Bermain' di Masjid Muhammad Ramadhan

BEKASI (voa-islam.com) — Di kawasan Taman Galaksi, Bekasi, tersohor sebuah masjid bernama Muhammad Ramadhan (MMR). Selain sebagai tempat ibadah dan dakwah sehari-hari, masjid dua lantai itu juga sering digunakan sebagai tempat kajian oleh beberapa aktivis Islam. Mulai dari pemerhati kajian jihad sampai penikmat materi-materi takfir. Itulah yang membuat kalangan aparat keamanan dan kelompok “Salafi” meradang. Namun apa boleh buat, kedua tangan DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) tetap terbuka lebar untuk kelompok aktivis itu.

Hingga, pada Rabu malam 26 Februari 2014, Majelis Silaturahmi Ratib Gabungan (MSRG) menggelar acara Maulid Nabi persis di ruas jalan depan MMR. Sebuah panggung megah didirikan menutupi seluruh badan jalan. Sound system berdaya tinggi dipasang, anehnya sebagian besar diarahkan ke arah masjid yang dipunggunginya.

Panggung itu berubah menjadi ladang hujatan dan cacian kepada aktivis Islam dan DKM MMR. Para pembicara dan habib yang diundang tak canggung dan tanpa tabayyun lagi menunjuk DKM sebagai anti maulid. Kata-kata yang kasar  seperti: bego, bodoh dan goblok dilayangkan. “Yang gak seneng dengan kelahiran Nabi cuma dua. Iblis dan yahudi. Bisa jadi mereka yang gak seneng dengan maulidnya nabi adalah antek Yahudi,” ujar salah satu pembicara. “Model celana digunting dan jenggotan itu goblok. Dikit-dikit nge-bid’ahin,” ujar yang lain.

Untung saja, pihak DKM tetap menjaga suasana agar tetap terkontrol. Para aktivis yang berada masjid diberi mushaf Al-Quran satu per satu dan tilawah bareng. DKM pantas khawatir suasana bakal meradang. Sebelum acara berlangsung, sejak sore beredar pesan berantai yang meminta aktivis Islam siaga satu di MMR karena (diisukan) akan terjadi perebutan hak pengelolaan di masjid yang diapit oleh Kantor Kecamatan dan Polsek Bekasi selatan itu. Beruntung, keadaan tetap kondusif sampai acara yang sangat provokatif itu berakhir. Berhenti di situ?

Usai acara, pihak MSRG meminta diadakan pertemuan dengan DKM. Dalam pertemuan tersebut, pembawa acara mencoba menjelaskan duduk perkara kisruh MMR, yaitu Yayasan Al-Anshar milik Salafi yang berdiri di samping masjid, ingin menguasai kepengurusan MMR. Seorang tokoh Al-Anshar yang juga dikenal sebagai donatur sebuah radio dakwah Salafi di Cileungsi itu sontak marah, dan menuduh penjelasan DKM sebagai kedustaan.

Setelah terjadi kisruh kecil tersebut, pihak MSRG akhirnya sadar mereka telah ditunggangi kepentingan tertentu. “Bubar.. Acara ini murni maulidan saja, gak ada kepentingan apa-apa,” ujar KH. Abdul Hadi yang juga panitia Maulidan. Seorang tokoh MSRG juga berkomentar, “Oh, kalo tau begitu, ane gak bakal ngomong gitu tadi.”

Peristiwa Rabu malam di MMR itu memang hanya terjadi beberapa jam saja. Namun sesungguhnya ia mewakili sebuah cerita panjang tentang konspirasi dan juga fenomena dakwah. Disebut konspirasi, karena sangat mirip dengan plan yang digariskan oleh Rand Corporation. Lembaga nirlaba asal Amerika Serikat pada 2007 silam itu menurunkan hasil penelitian dan laporan berjudul “Building Moderate Moslem Networks” yang ditulis oleh Angel Rabasa, Cheryl Bernard, Lowell H. Schwartz, dan Pieter Sickle.

Menurut, laporan Rand Corporation, untuk memerangi apa yang mereka sebut “ekstremisme Islam”, tiga partner potensial Amerika yang bisa digunakan. Mereka adalah kelompok sekuler, kelompok muslim liberal dan kelompok moderat tradisionalis dan kalangan sufi. Kelompok terakhir ini, didefinisikan oleh Rand Corporation sebagai kelompok yang menentang gerakan Salafi dan Wahabi, yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai tradisi dan keyakinan kelompok sufi.

Kelompok tradisional moderat akan dipancing dengan adu domba musuh-musuh Islam, membuat propaganda tentang bahaya kelompok Wahabi dan memunculkan kembali pertentangan soal-soal khilafiyah yang bersifat furu.’ Selain itu, juga dengan membuat beragam stigmatisasi, seperti mengampanyekan bahaya “Wahabisasi global”, “ideologi trans-nasional”, dan lain sebagainya.  Sementara, kelompok sufi dirangkul untuk membentuk komunitas-komunitas sufi perkotaan (urban sufism) dengan melakukan program-program kajian berkedok spiritual kebatinan.

Sementara, fenomena dakwah di MMR juga menyisakan catatan tersendiri. Tidak mau tahlilan atau ikut Maulidan, di kalangan masyarakat dengan wawasan terbuka seperti di Jakarta dan sekitarnya, masih bisa dimaklumi sebagai perbedaan yang ditolerir.  Namun munculnya kajian-kajian tentang takfir dalam porsi yang berlebihan, juga menimbulkan keresahan tersendiri di mata umat. Apalagi, bila yang sering muncul setelah itu adalah aksi takfir yang serampangan.

Di tikungan inilah, aparat keamanan yang tidak rela kajian jihad tumbuh subur, bertemu dengan kelompok Salafi yang juga gatal dengan kajian-kajian yang tak sepaham dengan mereka. Dalam kasus Rabu malam di MMR di atas, mereka menggunakan massa kelompok Islam basis tradisional.

Konspirasi dan halangan yang menghadang dakwah semacam itu memang sunnatullah. Hanya saja, pihak MMR perlu mengevaluasi, apakah risiko tersebut muncul murni sebagai konsekuensi dakwah ilal haq, atau ada proses dakwah yang tidak sesuai hikmah: kurang tepat dalam meletakkan konsep takfir, dan nada-nada dakwah yang terlalu provokatif sehingga umat lebih menangkap kesan kasarnya dibanding substansi dakwahnya?

Namun dunia Islam tak sesempit kehendak Rand Corporation, karena ada sebagian golongan umat ini yang berjuang atas nama dakwah dan Islam namun menyingkirkan agenda besar umat Islam yaitu dakwah tauhid dan sunnah. Karena dunia ini milik Allah, bukan mereka.
[kiblat.net]


latestnews

View Full Version