JAKARTA (voa Islam) - Detasemen Khusus (Densus) 88 antiteror kembali menangkap dua orang anak buah jaringan Mujahidin Indonesia Timur, di Poso, Sulawesi Tengah. Keduanya adalah Rodik dan Aji alias Syuaib.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, mengatakan kedua orang tersebut ditangkap setelah Densus 88 Polda Sulteng terlibat kontak senjata dengan jaringan Santoso.
“Kekuatan mereka 10-15 orang, ada yang bersenjata laras panjang juga. Kontak senjata cukup panjang," ungkap Boy kepada wartawan di Gedung Humas Polri, Jakarta, Senin (3/3/2014).
Boy menambahkan, dua orang tersebut diduga kurir jaringan Santoso. Bersama mereka diamankan juga sebuah bom pipa dan 19 butir peluru kaliber 19 milimeter. “Saat ini kedua tersangka dibawa ke Polres Poso, selanjutnya dikirim ke Polda Sulteng, di Palu,” tegasnya.
Dua anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah terluka dalam peristiwa baku tembak dengan kelompok Abu Wardah a.k.a Santoso di Poso Pesisir Selatan. Senin (3/03/2014), Bripka Baharuddin dan Bharada Syamsu Alam. Keduanya kini dirujuk ke rumah sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Tengah. Sebelumnya, dua anggota tersebut sempat menjalani perawatan di RSUD Poso setelah keduanya dievakuasi dari lokasi baku tembak.
Pantauan di lokasi, pemindahan keduanya dari RSUD Poso ke RS Bhayangkara dikawal ketat oleh polisi. Sejumlah aparat kepolisian bersiaga di depan Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Poso, sebagaimana dilansir okezone.com
... Poso menjadi panggung beragam kepentingan, mulai dari masalah anggaran, hingga untuk mendapatkan jabatan atau pangkat ...
Namun begitu, Direktur The Community of Ideological Islamic Analisyst (CIIA) Ustadz Harits Abu Ulya, menandaskan bahwa perburuan terhadap kelompok sipil bersenjata di Poso sengaja tidak pernah dituntaskan.
"Bahkan dibuatkan nomenklatur anggaran pemberantasan terorisme di DPR dan Kementerian Keuangan. Jadi konflik kelompok sipil bersenjata melawan aparat kepolisian akan terus terulang," katanya kepada Okezone, hari Senin (3/3/2014). Poso menjadi panggung beragam kepentingan, mulai dari masalah anggaran, hingga untuk mendapatkan jabatan atau pangkat. Bukankah Komjen Badrodin Haiti yang menjadi Wakapolri sekarang adalah Kapolda Sul-Teng masa Poso bergolak dengan penyerbuan Polisi ke Tanah Runtuh?
"Saya khawatir, jelang pengajuan anggaran tahun 2014-2015 pada April ke DPR dan Menteri Keuangan, Poso dijadikan sebagai panggung konflik oleh pihak-pihak terkait untuk memberi dorongan dan legitimasi kenapa anggaran harus naik dan cair," paparnya.
"Poso menurut saya harus ada evaluasi total dan komprehensif atas semua kinerja pihak-pihak terkait yang terlibat penanganan konflik sipil bersenjata melawan polisi," terang beliau. Poso adalah panggung drama perburuan mereka yang dituduh teroris versi Densus 88 dan BNPT agar bisa terpelihara dengan berbagai kepentingan.
Menurut Ustadz Harits Abu Ulya, Poso sebuah kota kecil di teluk wilayah Sulteng, dengan kontur hutan dan pegunungan menjadi seksi untuk kepentingan sebuah konflik terpelihara dengan efek anggaran, pangkat atau jabatan dan kepentingan politik lainnya.
Sehingga memang dengan medan seperti itu dimungkinkan dampak pertempuran tidak meluas ke wilayah lain serta bisa 'terkendali'. (Abu Fatih/OZ/voa Islam)