BANDUNG (voa-islam.com) - Sebagai bentuk penentangan dan perlawanan terhadap demokrasi, pada hari Sabtu lalu (22/03/22) bertempat di Auditorium Gedung Miracle UNIKOM Bandung, ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bandung Raya mengadakan Islamic Intellectual Meeting ke-7.
Firmansyah Mahiwa, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan menjelaskan mengenai kondisi mahasiswa saat ini. Menurut Firmansyah, mahasiswa merupakan centre class yang merupakan pendorong kelas bawah (rakyat) dan menekan kelas atas (pemerintah). Banyak tulisan-tulisan yang memuat peran strategis mahasiswa adalah sebagai agent of change, social control dan yang lainnya. Hanya saja saat ini banyak kalangan atau pihak yang membajak peran strategis mahasiswa sehingga sikap kritis, idealis dan peran strategis lainnya menjadi tumpul dan pragmatis. Hal ini semakin diperkokoh dengan penerapan demokrasi.
Pada kesempatan tersebut, Imaduddin Al Faruq dari Muslim Analyze menjelaskan mengenai hakikat demokrasi. Dikatakan bahwa demokrasi muncul dari pertentangan antara kaum bangsawan yang bekerjasama dengan para kaum agamawan dengan kelompok pemikir dan para filosof, hingga akhirnya diambil jalan tengah, dengan mengkompromikan kedua ide yang saling berlawanan itu. Dari Sekularisme kemudian tegak pemerintahan demokrasi diatasnya, yang hingga kini notabene digunakan sebagai alat bagi ideologi kapitalisme.
“Maka, jika saat ini masih ada gerakan mahasiswa yang mempertahankan demokrasi bisa dikatakan mereka adalah orang-orang yang terbodohi,” tegasnya menohok.
Adapun Ruston Pirmansyah selaku aktivis BKLDK Jawa Barat memaparkan perbandingan demokrasi dengan Islam. Salah kaprah ketika dikatakan bahwa demokrasi memberikan kebebasan bagi kita untuk menyuarakan berbagai aspirasi saat ini, termasuk Islam. Jadi demokrasi hakikatnya tidak memberikan berkah apapun, karena hukum dan kuasa yang berbicara adalah suara mayoritas. Berbeda dengan demokrasi, di dalam Islam tidak ada kebebasan berpendapat, kepemilikan, keyakinan, maupun tingkah laku. Karena hukum asal perilaku seorang muslim adalah terikat dengan hukum syara’. Secara mendasar demokrasi bertentangan dari Islam, ujarnya berapi-api.
. . . Dengan demikian untuk menerapkan Islam tidak bisa melalui jalan demokrasi, karena akan senantiasa terjebak dengan jebakan-jebakan yang dibuat oleh demokrasi . . . (Ipank Fatin Abdullah ketua Lajnah Khusus Mahasiswa Hizbut Tahrir Indonesia Bandung Raya)
Materi penutup disampaikan Ipank Fatin Abdullah ketua Lajnah Khusus Mahasiswa Hizbut Tahrir Indonesia Bandung Raya. “Demokrasi secara mendasar bertentangan dengan Islam. Banyak pihak yang menyamakan Islam dengan demokrasi dalam aspek musyawarah. Padahal demokrasi memiliki pertentangan yang sangat mendasar dengan Islam. Dalam demokrasi, rakyat bisa menerapkan aturan semau mereka. Berbeda dengan Islam, dimana aturan yang harus diterapkan adalah aturan yang lahir dari aqidah Islam”, tandas Ipank.
Masih menurut Ipank, demokrasi merupakan sistem yang dipaksakan ke dunia Islam dan tidak akan pernah memberikan kesempatan kepada negeri-negeri kaum muslim untuk bisa menerapkan Islam secara menyeluruh.
“Dengan demikian untuk menerapkan Islam tidak bisa melalui jalan demokrasi, karena akan senantiasa terjebak dengan jebakan-jebakan yang dibuat oleh demokrasi,” tegasnya menutup. [PurWD/voa-islam.com]