View Full Version
Selasa, 08 Apr 2014

Demokrasi Kotor Membuat Golput Pemenang Pemilu 2014

JAKARTA (voa-islam.com) - Peneliti Divisi ICW, Tama S. Langkun, mengatakan korupsi mulai awal Januari sampai Desember 2013 kisaran mencapai Rp 7,4 triliun. Tingginya tingkat korupsi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Semua partai politik terlibat korupsi, dan yang menjadi ‘raja’ korupsi, Golkar dan PDIP.  Sampai al-Qur'an pun menjadi objek korupsi oleh anggota DPR Golkar.

Demokrasi yang kotor juga menghasilkan wakil rakyat yang tidak bertanggung jawab. Terlihat dari banyaknya wakil rakyat yang absen di setiap persidangan dan semakin meningkat menjelang pemilu 2014. Faktanya, 90% anggota DPR saat ini kembali mencalonkan diri di Pemilu 2014. Artinya, dari 560 anggota DPR, 501 di antaranya kembali mencalonkan diri menjadi anggota DPR di periode 2014-2019.

Mereka yang menjadi caleg incumbent memanfaatkan waktu menjelang pemilu untuk melakukan kampanye melalui politik pencitraan ke daerah-daerah. Lebih sadisnya lagi, baru 20 dari 77 RUU dalam program legislasi nasional yang rampung selama masa sidang 2013.

Disamping budaya politik uang, harapan tercapainya demokrasi yang utuh pun semakin jauh akibat terus meningkatnya angka golput. Banyak alasan yang dilontarkan masyarakat untuk golput.

Mereka mengatakan tidak ada pribadi yang pantas untuk memimpin, siapapun pemimpinnya pasti tidak akan ada perubahan dan akan tetap korupsi, kolusi, dan nepotimse. Sekarang ditambah lagi, penyakit pejabat publik, yaitu selingkuh dan hobinya zina.

Akibat demokrasi bobrok itu, maka angka golput yang semakin tinggi, dan seperti momok yang lebih menakutkan. Hal ini terlihat dari semakin tidak acuhnya masyarakat terhadap pemimpin mereka kelak.

Menurut Pusat Studi dan Kawasan UGM persentase golput tahun 2004 sebesar 23,34% meningkat menjadi 39,1% tahun 2009. Bahkan, Lembaga Survei Indonesia memprediksi persentase golput akan terus bertambah dan menembus angka 50%-60%.

Di sisi lain, politik uang dinilai tidak lagi begitu efektif mempengaruhi pilihan rakyat. Karena rakyat semakin cerdas memanfaatkan peluang ekonomi mereka. Mereka menganggap pemilu adalah ajang mendapatkan uang dengan cuma-cuma. Mereka menerima uang dari siapa saja tetapi belum tentu memilih, apalagi memilih yang memberikan uang.

Oleh karena itu, pemerintah harus mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat akan manfaat sejatinya demokrasi. Diantaranya, dengan menurunkan tingkat korupsi dan melahirkan wakil rakyat yang berkualitas dan pro rakyat.

Rakyat sudah tidak dapat percaya lagi dengan demokrasi dan pemilu. Karena, tidak mampu melahirkan pemimpin yang memiliki karakter sebagai negarawan, jujur, amanah, adil, dan sangat memperhatikan rakyat kecil. Justru para maling, koruptor, dan penzina yang menang. (afgh/dbs/voa-islam.com)

 

 


latestnews

View Full Version