JAKARTA (voa-islam.com) – Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang terjadi besok. Apa yang diperkirakan pasti terjadi bisa meleset. Di tangan Allah lah Kuasa sesungguhnya. Jika Dia kehendaki sesuatu terjadi, akan terjadi. Jika tidak, tak akan pernah terjadi. Karenanya jangan memastikan sesuatu yang belum terjadi.
Tingginya popularitas Jokowi untuk menuju RI 1 oleh sejumlah lembaga riset membuat sejumlah pengamat lupa akan Dzat pemilik kuasa sebenarnya. Menjadikan hasil riset sebagai ilmu pasti tentang takdir yang masih tersebunyi. Sehingga ada yang sangat yakin Jokowi akan menjadi pemenang dalam pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.
Ade Armando salah satunya. Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia ini sangat yakin jika Jokowi maju sebagai calon presiden, kader PDIP itu sudah dapat dipastikan akan memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2014. Bahkan ia berani bertaruh. "Potong leher saya jika Jokowi kalah! Jika dia maju saat ini," cetusnya seperti yang dikutip liputan6.com, Rabu, 25 September 2013.
"Potong leher saya jika Jokowi kalah! Jika dia maju saat ini," cetus Ade Armando
Menurut Ade, hasil survei dari media sosial patut menjadi pertimbangan penting oleh setiap figur politik, karena setiap konten yang diperbincangkan di media sosial dapat mempengaruhi pemberitaan media massa, begitu juga sebaliknya.
"Media sosial didominasi kelas menengah, tidak menyeluruh, namun bukan berarti itu menjadi alasan untuk mengabaikan pengaruh media sosial, karena suara kelas menengah itu sangat kencang dan mempengaruhi media massa," ujar Ade di Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Sementara itu, pengamat politik Charta Politica, Yunarto Wijaya, mengatakan hasil survei dari media sosial sebaiknya tidak digunakan sebagai alat ukur utama karena dapat saja membuat malas para kandidat untuk terjun langsung mengenal masyarakat.
Yunarto menekankan yang dibutuhkan masyarakat adalah pemimpin yang diketahui dan mengetahui secara komprehensif antara satu sama lain antara rakyat dan pemimpin.
Namun dia mengakui media sosial memang mampu mendekontruksi citra setiap figur politik, bahkan menghabiskan karir politik seseorang. "Jika seseorang dibenci di media sosial, bisa dikatakan habis dia," jelas Yunarto.
Dalam survei Politicawave yang dirilis 24 September, Jokowi-JK meraih kuantitas tertinggi dengan persentasi 16% dalam 3.994.528 percakapan dengan pengguna media sosial di Indonesia yang mencapai 80 juta orang. [PurWD/L6/voa-islam.com]