JAKARTA (voa-islam.com) - Pengkhianat atau nasionalis gelar yang pantas diberikan pada Jokowi yang rela 'korbankan' leher untuk kepentingan negara asing. Apakah rakyat pantas mengusungnya menjadi Presiden RI ke 7?
Setidaknya fakta ini terkuak dalam tiga blunder Jokowi dan PDI-P belakangan ini. Langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan bakal calon Presidennya, Jokowi, yang bertemu Dubes Amerika Serikat (AS), Robert Blake, di rumah pengusaha Jacob Soetoyo, melontarkan beragam pendapat. Salah satunya Jokowi dinilai akan menyerahkan leher kepada pihak asing.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agung Suprio, mengatakan langkah Ketua Umum PDIP Megawati dan Jokowi bertemu Dubes AS untuk membahas calon Wakil Presiden sungguh tidak elok. Menurutnya, langkah tersebut malah mengakibatkan blunder pada tiga hal.
"Pertama, blunder ideologi. Ideologi PDIP sangat identik dengan nasionalisme Bung Karno yang tidak mau didikte oleh bangsa asing. Sekarang, Megawati-Jokowi justru menyerahkan leher partai ke bangsa asing," cetus Agung lewat pesan singkatnya, Selasa (15/4/2014).
Blunder kedua, kata Agung, adalah blunder positioning. Ia menjelaskan PDIP adalah partai oposisi yang kerap bersebrangan dengan kebijakan penguasa yang notabene Presidennya berkiblat ke Amerika Serikat. "Sekarang PDIP justru partai yang pertama berkiblat ke Amerika utk membahas cawapres," tuturnya.
Blunder ketiga, menurut Agung, adalah blunder pencitraan. Agung mengatakan tim sukses capres-cawapres PDIP tidak memiliki sensivitas politik Indonesia yang khas, dimana hal-hal yang vulgar seperti yang disebutkan tadi semestinya tidak perlu diblow up media.
"Saya tidak mengatakan bahwa tim ini bekerja amatir. Tetapi tim ini harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang politik Indonesia yang khas. Dengan tiga blunder ini, maka orang-orang ideologis seperti orang-orang PNI lama di republik ini bisa jadi akan menggeser pilihannya dalam pilpres," tandasnya.
7 Negara Asing Menyandera Jokowi, Mana Pro Nasionalisme ?
PDI Perjuangan (PDIP) membuktikan bahwa Jokowi sebagai calon presiden (capres) mendapat dukungan internasional atau negara asing. Ini tergambar sejumlah Dubes di Jakarta yang melakukan pertemuan dengan Mega dan Jokowi.
Sejumlah wakil negara asing sudah melakukan pertemuan tertutup dengan Mega dan Jokowi. Tujuh negara yang bertemu itu, diantaranya, Dubes Amerika Serikat, Dubes Vatikan, Dubes Myanmar, Dubes RRC, Dubes Meksiko, Dubes Turki, dan Dubes Peru, Senin, 14/4/2014.
Pertemuan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Jokowi dengan tujuh dubes itu berlangsung di rumah pengusaha Jocob Soetoyo. Pertemuan itu pun menimbulkan spekulasi politik jelang Pilpres 2014. Ini bisa dilihat siapa-siapa yang berada di belakang Jokowi, dan mulai melakukan konsolidasi, termasuk adanya kemungkinan 'deal' politik antara Mega, PDIP, dan Jokowi dengan 'Tujuh' negara yang sudah bertemu itu.
Megawati sudah 'prepare' melakukan kerja sama guna mendapatkan dukungan dunia internasional. Megawati meminta masukan soal cawapres pendamping Jokowi. Jadi Mega, PDIP, dan Jokowi hanya menjalankan agenda kepentingan asing. Bukan menjalankan agenda kepentingan nasional Indonesia. Termasuk Mega, PDIP, dan Jokowi minta 'petunjuk' siapa yang bakal menjadi cawapres Jokowi.
Negara yang paling berkepentingan terhadap Indonesia Amerika,Vatikan, Cina, Myanmar, Tukri, dan Meksiko. Amerika paling besar kepentingan terhadap Indonesia. Banyak perusahaan raksasa Amerika beroperasi di Indonesia, seperti Mc.Moran yang mengelola Free Port, dan sejumlah perusahaan minyak di Indonesia.
RRC sama dengan Amerika memiliki kepentingan yang besar terhadap Indonesia. Karena, Indonesia pemasok terbesar gas dan batubara kepada Cina, sejak zamannya Mega. Selain itu, RRC ingin memastikan jaminan keamanan bagi komunitas Cina di Indonesia yang sudah menguasai 80 persen asset ekonomi Indonesia.
Myanmar, juga ingin mendapatkan jaminan dari Jokowi, terhadap dampak kekejaman kaum Budha di Myanmar agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi Myanmar. Turki mewakili negara Muslim yang ingin melihat bagaimana kebijakan Mega dan Jokowi di masa depan. Jokowi seorang Muslim 'abangan', pasti lebih akomodatif kepada kepentingan asing dan barat.
Sementara itu, Vatikan ingin mendapatkan jaminan bagi warga Katolik di Indonsia, tidak seperti terjadi di Malaysia. Di mana kelompok Kristen dilarang menyebarkan agama mereka kepada kelompok Muslim, termasuk larangan kegiatan di telivisi, dan bahkan di Malaysia orang kristen tidak boleh menggunakan kata 'Allah'.
Sejatinya, "Pertemuan itu uji publik figur cawapres lewat pendekatan internasional, manakah cawapres Jokowi yang cocok mendampingi kekurangan beliau yang potensial untuk menang," kata salah seorang fungsioanaris PDIP.
Betapa nasib Indonesia diserahkan kepada asing, bukan Mega sebagai Ketua Umum PDIP, yang selalu mengatakan dirinya anak Bung Karno, dan memiliki jiwa patriot dan nasionalisme. Ternyata palsu. [jabir/tr/mhd/voa-islam.com]
PDI Perjuangan (PDIP) membuktikan bahwa Jokowi sebagai calon presiden (capres) mendapat dukungan internasional atau negara asing. Ini tergambar sejumlah Dubes di Jakarta yang melakukan pertemuan dengan Mega dan Jokowi.
Sejumlah wakil negara asing sudah melakukan pertemuan tertutup dengan Mega dan Jokowi. Tujuh negara yang bertemu itu, diantaranya, Dubes Amerika Serikat, Dubes Vatikan, Dubes Myanmar, Dubes RRC, Dubes Meksiko, Dubes Turki, dan Dubes Peru, Senin, 14/4/2014.
Pertemuan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Jokowi dengan tujuh dubes itu berlangsung di rumah pengusaha Jocob Soetoyo. Pertemuan itu pun menimbulkan spekulasi politik jelang Pilpres 2014. Ini bisa dilihat siapa-siapa yang berada di belakang Jokowi, dan mulai melakukan konsolidasi, termasuk adanya kemungkinan 'deal' politik antara Mega, PDIP, dan Jokowi dengan 'Tujuh' negara yang sudah bertemu itu.
Megawati sudah 'prepare' melakukan kerja sama guna mendapatkan dukungan dunia internasional. Megawati meminta masukan soal cawapres pendamping Jokowi. Jadi Mega, PDIP, dan Jokowi hanya menjalankan agenda kepentingan asing. Bukan menjalankan agenda kepentingan nasional Indonesia. Termasuk Mega, PDIP, dan Jokowi minta 'petunjuk' siapa yang bakal menjadi cawapres Jokowi.
Negara yang paling berkepentingan terhadap Indonesia Amerika,Vatikan, Cina, Myanmar, Tukri, dan Meksiko. Amerika paling besar kepentingan terhadap Indonesia. Banyak perusahaan raksasa Amerika beroperasi di Indonesia, seperti Mc.Moran yang mengelola Free Port, dan sejumlah perusahaan minyak di Indonesia.
RRC sama dengan Amerika memiliki kepentingan yang besar terhadap Indonesia. Karena, Indonesia pemasok terbesar gas dan batubara kepada Cina, sejak zamannya Mega. Selain itu, RRC ingin memastikan jaminan keamanan bagi komunitas Cina di Indonesia yang sudah menguasai 80 persen asset ekonomi Indonesia.
Myanmar, juga ingin mendapatkan jaminan dari Jokowi, terhadap dampak kekejaman kaum Budha di Myanmar agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi Myanmar. Turki mewakili negara Muslim yang ingin melihat bagaimana kebijakan Mega dan Jokowi di masa depan. Jokowi seorang Muslim 'abangan', pasti lebih akomodatif kepada kepentingan asing dan barat.
Sementara itu, Vatikan ingin mendapatkan jaminan bagi warga Katolik di Indonsia, tidak seperti terjadi di Malaysia. Di mana kelompok Kristen dilarang menyebarkan agama mereka kepada kelompok Muslim, termasuk larangan kegiatan di telivisi, dan bahkan di Malaysia orang kristen tidak boleh menggunakan kata 'Allah'.
Sejatinya, "Pertemuan itu uji publik figur cawapres lewat pendekatan internasional, manakah cawapres Jokowi yang cocok mendampingi kekurangan beliau yang potensial untuk menang," kata salah seorang fungsioanaris PDIP.
Betapa nasib Indonesia diserahkan kepada asing, bukan Mega sebagai Ketua Umum PDIP, yang selalu mengatakan dirinya anak Bung Karno, dan memiliki jiwa patriot dan nasionalisme. Ternyata palsu.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/04/15/29868/tujuh-negara-asing-dibelakang-megajokowi/#sthash.XI8V4BBT.dpuf