BEKASI (voa-islam.com) – Pengambilalihan paksa Masjid Muhammad Ramadhan (MMR), Taman Galaxi, Bekasi Selatan (samping Kantor Kecamatan Bekasi Selatan) secara sepihak oleh Pemerintah Kota Bekasi melalui Kecamatan Bekasi Selatan merupakan tindakan melanggar hukum. Sementara proses eksekusinya dengan memakai ‘jasa’ sejumlah pria bertato bagian dari provokasi yang memanaskan suasana di tempat ibadah.
“Pemda dalam hal ini menjadi provokator yang dengan cara-cara yang melanggar hukum, memakai preman untuk mengambil alih masjid dan melakukan penganiayaan terhadap salah satu jama’ah,” tutur pengacara muslim, H. Ismar Syafruddin, SH, MA. Kepada Kiblat.net melalui sambungan telepon pada Rabu, (23/04).
(Ketua Yayasan Al-Anshor (kiri) yang tidak suka terhadap DKM MMR menyerahkan masjid ke pihak Pemkot)
Ismar menilai tindakan Pemkot Bekasi tersebut sangat aneh. Pemkot sudah melampaui batas kewenangannya.
“Ini sejarah dalam hukum di Indonesia, satu-satunya terjadi di Indonesia. Suatu peristiwa pengambilalihan sebuah masjid yang seharusnya diselesaikan secara intern dengan DKM dan dewan pendiri, tetapi di Masjid Ramadhan dilakukan oleh Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Setelah mengambil alih kepengurusan masjid pada Ahad (20/04/2014) lalu, Pemkot segera membentuk pengurus baru. Tidak hanya itu, kunci-kunci pintu masjid pun langsung diganti. Aset-aset masjid dirampas. Semua kegiatan kajian dihentikan.
Sejumlah plang kantor TPM dicopot. Tidak hanya itu, Papan pengumuman larangan merokok dan anjuran berjilbab di lingkungan masjid tidak luput dari sasaran.
Menurut Ismar, jika ada konflik dalam internal kepengurusan Masjid Muhammad Ramdhan harus diselesaikan menurut UU/peraturan tentang yayasan atau aturan perseroan.
“Yang bisa mengatur tentang pembentukan DKM itu adalah Dewan Pendiri. Dalam hal ini, DKM Pak Nanang kan sudah sesuai dengan Dewan Pendiri, artinya sudah betul-betul sesuai dengan aturan hukum,” ujar pria yang dicalonkan sebagai calon legislatif dari PBB untuk Dapil II Sulawesi Selatan ini.
Ia juga menegaskan bahwa dalam insiden perebutan Masjid di MMR, Pemerintah Kota Bekasi telah melanggar UU/Peraturan tentang pendirian yayasan. Selain itu, Pihak pengambil alih bisa dituntut atas tindakan anarkis kepada salah seorang jamaah MMR.
“Yang paling pertama adalah mereka berbuat anarkis dan memberikan contoh yang sangat jelek kepada masyarakat. Dengan cara-cara anarkis mengumpulkan preman untuk mengambil alih masjid. Kalau cara ini juga ditiru, dilakukan juga oleh pihak yang dirugikan dalam hal ini Pak Nanang sebagai Ketua DKM, kan tidak baik?” pungkasnya.
. . . insiden perebutan Masjid di MMR, Pemerintah Kota Bekasi telah melanggar UU/Peraturan tentang pendirian yayasan. . .
Advokat asal Sulawesi ini juga menyayangkan ada kerjasama yang dilakukan pihak aparat untuk memberikan pengawalan atas kezaliman terhadap DKM MMR.
“Makanya saya mengusulkan dibuat laporan kepada pihak Kemendagri, laporan pidana kepada pihak kepolisian, kemudian meminta perlindungan hukum bagi orang-orang yang merasa terdzalimi ke Komisi III dan Komisi VII DPR RI. Saya meminta aparat untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu,” imbuhnya. [PurWD/voa-islam.com]