View Full Version
Ahad, 27 Apr 2014

Bedah Buku "Dikafirkan Tapi Tidak Kafir" di Solobaru

SUKOHARJO (Voa Islam) – Buku berjudul “Dikafirkan Tapi Tidak Kafir” tadi pagi, ahad (27/04/2014) dibedah oleh penulisnya sendiri, Ustadz Ahmad Taqiuddin, Lc. Acara Bedah Buku yang diadakan di mesjid Baitul Makmur, Solobaru, Sukoharjo ini juga menghadirkan Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid, Lc, pemimpin redaksi majalah An Najah. Ustadz Mas’ud sendiri juga sudah menulis sebuah buku yang berjudul “ Vonis Kafir , Antara berlebih-lebihan dan Ketidaktegasan.”

Kajian yang cukup berat ini berlangsung mulai dari pukul 09.00 hingga pukul 11.00 WIB. Dan seperti biasa diikuti oleh banyaknya peserta yang memenuhi masjid. Masjid Baitul Makmur yang dahulu juga secara rutin mengadakan kajian Islam yang diisi para Asatidzah yang populer di Solo termasuk Ustadz Abu Bakar Ba’asyir fakkalohu asroh. Hingga masjid ini cukup dikenal akrab oleh para aktivis Muslim se-Soloraya.

Sekedar mengingatkan, kasus Mesjid Muhammad Ramadhan, Bekasi yang dahulu juga secara berkala dipenuhi aktivitas kajian dan berbagai amal sholeh kemudian diambil alih Pemkot Bekasi. Kemudian berbagai aktivitasnya dialihkan kepada berbagai aktivitas yang justru kontra produktif dan menjadi sumber khilafiyah di kalangan muslimin sendiri. Akankah akan menimpa mesjid Baitul Makmur juga?

Penerapan makar ala RAND Corporation di MMR, Bekasi sudah seharusnya diwaspadai dan diantisipasi oleh siapapun yang mencintai aktivitas keislaman diseluruh bumi Nusantara, sebelum semuanya terlambat.

Dalam kajian berbentuk Bedah Buku tadi pagi itu, moderator mengingatkan pentingnya kajian tema Takfir ini, karena pada kenyataannya berbagai konflik antar aktivis Islam yang dimanfaatkan musuh-musuh Islam terkhusus badan Intelejen juga berputar di sekitar tema ini.

Yang menarik, ada pertanyaan tentang munculnya tuduhan khawarij kepada kalangan aktivis pro syari’at oleh sekalangan aktivis lainnya dari kelompok yang mengklaim diri sebagai Salafy. Sebagai jawabannya, kemudian dibongkar fakta yang terjadi pada saat terjadi Perang Teluk. Kebijakan Saudi Arabia yang mengundang kekuatan kuffar (AS dan sekutunya) demi menghadang ancaman Saddam Hussein (Irak) menimbulkan dua kubu yang pro dan kontra.

Namun kedua kelompok Ulama ini sesungguhnya masih bisa saling bertoleransi kecuali setelah munculnya kelompok ketiga yang dipelopori Syaikh Aman Al Jami. Kelompok ini mencuatkan pendapat ekstrim bahwa mendatangkan kekuatan kuffar di Jazirah Arab wajib karena mentaati kebijakan pemerintah Saudi Arabia sebagai Ulil Amri. Sedangkan menentangnya adalah sikap Khawarij yang harus diperangi.

Dari sinilah, ungkap Ustadz Masud Izzul Mujahid, berkembang sikap-sikap terlalu mudah mengkhawarijkan aktivis pergerakan Islam yang tidak sejalan dengan pemerintah manapun termasuk di Indonesia. (Abu Fatih/Voa Islam)


latestnews

View Full Version