KLATEN (Voa Islam) — Selain menangkap tiga warga pendatang di sebuah bengkel las di Kecamatan Trucuk, Klaten, Densus 88 juga membekuk seorang muslim lain yang dituduhkan sepihak oleh aparat Negara sebagai teroris di Klaten pada Kamis (15/5/2014). Warga muslim yang ditangkap itu adalah Ketua RT 022/ RW 010 Dusun Mlandang, Desa Tempursari, Kecamatan Ngawen, Slamet Sucipto, 42.
Pantauan di lokasi, Jumat (16/5/2014), rumah yang ditempati keluarga Slamet Sucipto tampak lengang. Sama sekali tidak ada orang dan aktivitas di dalam rumah berwarna biru tersebut. Warga pun takut mendekat meski di lokasi tidak dipasangi garis polisi.
Penangkapan Slamet dilakukan Densus 88 sekitar pukul 06.30 WIB, Kamis. Saat itu, Slamet yang berprofesi sebagai pedagang kambing hendak pergi ke pasar di Pedan. Namun, di tengah perjalanan, Slamet dihadang anggota Densus 88 yang mengendarai sejumlah mobil berwarna putih dan kendaraan bermotor di jalan desa itu.
Slamet pun langsung dibawa masuk ke dalam mobil dan diamankan Densus 88. Kemudian, sekitar pukul 13.00 WIB, Kamis, polisi melakukan penggeledahan di rumah Slamet. Proses penggeledahan rumah disaksikan oleh sejumlah tokoh masyarakat setempat dan warga. Salah satu warga yang diminta menjadi saksi tersebut adalah Ketua RW 010 dusun setempat, Kusnan, 61.
“Saya tidak menyangka jika Pak Slamet ditangkap Densus. Padahal, sama sekali tidak ada hal yang mencurigakan pada Pak Slamet yang kesehariannya berjualan kambing itu. Di rumah Pak Slamet, ditemukan sejumlah senjata api, pistol, satu kardus yang sepertinya bahan peledak, laptop hingga bom rakitan,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di rumahnya, Jumat pagi.
Sementara itu total ada sekitar sembilan orang dituduhkan teroris yang ditangkap Densus 88. Dari jumlah tersebut, tujuh di antaranya ditangkap di Klaten. Mereka adalah Arif alias Tomy, Selamet, Rofiq, Arifin, Yusuf, Salim alias Yahya dan Setiawan.
Salim alias Yahya ditangkap bersama Setiawan oleh Densus 88 pada Rabu (14/5/2014) di Klaten. Yahya adalah DPO polisi karena diduga terlibat kerusuhan Poso pada 2005 dan alumni kamp pelatihan Moro, Philipina.
Begitulah, muslim yang militan satu persatu ditindak keras sedangkan militan-militan selain muslim dibiarkan. 'Bencong' dilatih militer sedangkan pemuda muslim sehat diharamkan berlatih militer. Semestinya para tokoh ummat Islam tidak hanya diam membisu melihat fenomena ini. (Abu Fatih/solopos/Voa Islam)