SOLO (Voa Islam) - Tukimin alias Kadir (42), warga Bangunarjo RT 3 RW VIII, Gandekan, Jebres, Solo menjadi korban penangkapan oleh orang tidak dikenal saat hendak berangkat shalat Jumat di Jalan RE Martadinata, tepatnya di depan Gedung Pancasila, Jumat (16/5).
Informasi yang berhasil dihimpun, peristiwa tersebut terjadi pada pukul 11.55 WIB. Secara mendadak Tukimin yang sedang berjalan menuju masjid langsung dipaksa masuk ke dalam mobil oleh beberapa orang yang memakai penutup wajah. Di dalam mobil, Tukimin segera ditutup matanya dan tangannya dipegang erat sehingga tidak berkutik.
Selanjutnya dalam kondisi gelap, ia pun diajak berkeliling entah ke mana dan dibawa ke suatu tempat yang tidak diketahui. Selama di dalam mobil, Tukimin juga sempat diinterogasi terkait kasus penembakan di Poso, Sulawesi Selatan yang terjadi beberapa waktu lalu. Namun Tukimin yang memang tidak mengetahui peristiwa penembakan itu hanya bisa pasrah.
Tidak hanya diinterogasi, Tukimin juga sempat mendapatkan penyiksaan seperti pahanya dijepit dengan tang, serta punggungnya dipukul dengan benda keras. “Mereka terus memaksa saya untuk mengaku terlibat dalam penembakan di Poso. Tapi saya tetap tidak mengaku, wong saya tidak tahu apa-apa kok,” kata Tukimin saat ditemui wartawan.
Diduga karena salah tangkap, kawanan misterius itu akhirnya melepaskan Tukimin di Jalan Ir Juanda, tepatnya di sebelah barat Toko Candi Alumunium pada pukul 16.00 WIB. “Saya tidak tahu pasti jenis mobilnya apa, tapi warnanya hitam dan pintunya digeser,” paparnya.
Sementara, kakak Tukimin, Lestari (44), saat ditemui di rumahnya, membenarkan jika adiknya menjadi korban penangkapan karena diduga terlibat terorisme. Ia pun membantah jika adiknya terlibat dalam penembakan di Poso, karena setiap pekerjaan setiap harinya hanya memancing dan menjual burung. “Saya kaget, wong dia itu kegiatannya di rumah hanya memancing sama mengurus burung, lha kok ditangkap,” paparnya.
Linmas Gandekan, Iran, yang sempat turut serta mencari Tukimin sesaat setelah kejadian, menduga tetangganya tersebut jadi korban salah tangkap. “Tapi siapa yang menangkap saya tidak tahu,” katanya.
Kadir bukanlah korban salah tangkap Densus 88 yang pertama. Kejadian salah tangkap atas dugaan pelaku terorisme kerap terjadi. Pada Senin 28 Juli 2013 lalu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror akhirnya mengembalikan Sapari dan Mugi Hartanto, dua warga Muhammadiyah Tulungagung yang menjadi korban salah tangkap saat penggerebekan terduga teroris di depan sebuah warung Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Jatim.
Begitu pula dengan apa yang terjadi pada Andri Wahono (21) di Trenggalek, ternyata Densus 88 salah tangkap saat penggerebekan terduga teroris di Bekasi, pada Selasa, 20 Agustus 2013.
Meskipun kerap salah tangkap, Densus 88 beserta aparat kepolisian tidak pernah bertanggungjawab mengganti kerugian moril maupun materiil terhadap korban dan keluarganya. Apalagi, melakukan rehabilitasi atas pencemaran nama baik korban yang terlanjur dituduh teroris. (joglosemar/kiblat)