SOLO (voa-islam.com) - Politisi kawakan yang sempat keluar masuk penjara Orde Baru, Dr Ir Sri Bintang Pamungkas pernah mengatakan: "Jangankan untuk menjadi Presiden RI, menjadi Gubernur saja Jokowi tidak becus dan tidak mampu. Sebenarnya level Jokowi hanya menjadi Walikota Solo, kota kecil yang hanya berpenduduk 500.000 orang."
Bahkan menurut tokoh Reformasi, Amien Rais, yang pernah bertemu dengan Wakil Jokowi selama 7 tahun (2005-2012) ketika masih menjabat Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, sebenarnya yang bekerja keras untuk membangun Kota Solo bukanlah Jokowi tetapi Wakilnya, Rudy. Jadi sesunggunya Jokowi tidak bisa bekerja apa-apa sehingga saham terbesar untuk menjadikan Kota Solo seperti sekarang ini lebih banyak dilakukan Rudy yang sekarang menjadi Walikota Solo daripada Jokowi.
Sri Bintang Pamungkas dan Amien Rais tentu faham benar akan kondisi dan situasi Kota Solo selama 7 tahun dipimpin Jokowi, sebab sejak kecil Sri Bintang tinggal di Manahan Solo sementara Amien Rais asli wong Solo.
Bahkan penulis yang juga asli Solo menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Jokowi kebingungan dan tidak mampu mengatasi banjir besar yang melanda Solo tahun 2007 lalu akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo, sehingga terpaksa Presiden SBY yang mengatasinya dan datang berkunjung ke Solo.
Mengatasi banjir Kota Solo yang berpendudik 500 ribu orang saja tidak mampu, apalagi mengatasi banjir, macet, sampah, pengangguran, pemukiman kumuh dan seabreg masalah sosial lainnya di Jakarta yang berpenduduk 10 juta orang, apalagi memimpin Indonesia yang berpendudik 250 juta orang dengan segala problematikanya dari Sabang sampai Merauke hingga masalah hubungan internasional yang demikian rumit dan kompleksnya.
Maka tidaklah mengherankan jika tampilnya Jokowi di panggung politik nasional yang begitu cepat meroket bak meteor dari seorang Walikota Solo kemudian menjadi Gubernur DKI dan sekarang menjadi Capres terkuat diantara kandidat lainnya, jelas ini tidak mungkin lepas dari pencitraan dan bantuan finansial secara besar-besaran yang digerakkan kekuatan asing terutama AS melalui agen-agennya di Indonesia. Siapapun capres yang mendapat restu AS, maka dapat dipastikan mereka akan memenangkan Pilpres.
Namun jika seorang capres mendapat restu AS, itu menunjukkan sang capres lemah sehingga membutuhkan restu dari kekuatan asing, karena dia tidak percaya diri sebab tidak mampu memimpin dan tidak berkualitas. Namun kalau dia memiliki integritas dan kepemimpinan seperti Soekarno-Hatta, maka restu-restuan dari pemerintahan asing tidak lagi diperlukan.??????
Tampaknya tampilnya Jokowi untuk memperebutkan kursi RI-1 sudah mendapat restu dari AS melalui kursi DKI-1 sebagai batu loncatannya. Terbukti awal 2012 lalu sebelum Jokowi maju untuk pencalonan Gubernur DKI, Dubes AS Scott A Marciel sempat berkunjung ke Solo dan bertemu Jokowi. Namun tidak diketahu apa isi pembicaraan diantara keduanya itu.
Sebab kemunculan Jokowi yang secara tiba-tiba dari seorang Walikota kota kecil yang hanya berpenduduk 500 ribu orang, kemudian berhasil menjadi Gubernur Ibukota dengan wilayah yang sangat luas dan berpenduduk 10 juta orang lebih dengan segala problematikanya, sungguh menimbulkan berbagai macam tanda tanya. Mustahil kalau tidak disokong dengan dana besar dan kekuatan asing dibelakangnya dengan segala rekayasa dan politik pencitraannya melalui media massa yang menjadi senjata utamanya terutama Sosmed dan Jasmed yang selama ini menjadi media andalan pencitraan Jokowi.
Ayah Kandung Jokowi Bernama Oey Hong Liong
Namun untuk menuju kursi RI-1, ternyata Jokowi juga mendapat dukungan besar dari kelompok Cina Perantauan (Hoakiauw) dan Konglomerat Hitam yang memiliki kepentingan agar Ahok menduduki kursi DKI-1 dan Jokowi Presiden RI-1, apalagi ayah kandung Jokowi, Oey Hong Liong, adalah keturunan Cina dari Solo. Hoakiauw dan Konglomerat Hitam diduga telah menggelontorkan dana puluhan triliunan rupiah untuk memenangkan Jokowi merebut DKI-1 dan kembali akan menggelontorkan dana ratusan triliun rupiah agar Jokowi berhasil merebut kursi RI-1
Jika demikian, maka dapat dipastikan akan terjadi benturan dahsyat kepentingan antara kekuatan asing yang dimotori AS dan kekuatan konglomerat Cina yang saat ini menguasai 70 persen perekonomian nasional yang berafiliasi ke negara leluhurnya, Republik Rakyat Cina (RRC). Meskipun mereka akan berbenturan hebat, namun tujuan mereka sama yakni menjadikan kepemimpinan Presiden Jokowi agar selalu berada dibawah kendali dan bayang-bayangan kepentingan politik dan ekonominya ketika nanti menjabat Presiden RI, negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini.
Namun yang dikhawatirkan adalah jika nantinya karena hutang budi dan balas jasa politik, pemerintahan Jokowi berani menjual aset dan kekayaan alam bangsa Indonesia dengan harga yang sangat murah kepada kepentingan asing sebagaimana terjadi pada berbagai pemerintahan sebelumnya. Kedua kekuatan raksasa Timur dan Barat itu akan ?bertempur habis-habisan? untuk memperebutkan kue NKRI sehingga dikhawatirkan akan terjadi disintegrasi bangsa Indonesia ?
Ia menilai, Jokowi tidak akan membwa masa depan Indonesia yang lebih baik, adil, makmur dan sejahtera, sehingga mampu dan memiliki keberanian untuk melawan bahaya dominasi Asing dan Aseng yang sudah cetho welo-welo didepan mata bahkan sudah sejak lama mengobrak-abrik dan menginjak-injak kedaulatan NKRI. Di Jakarta saja cuma modal karbitan media.
Jadi sesungguhnya Jokowi itu antek Asing dan Aseng, naudzubillah min dzalik.
Pertanyaan terakhir, Lalu kemana saja tokoh Islam dan mana manfaat bagi umat hasil dari pertemuan Cikini bulan April lalu? (jabir/rojul/voa-islam.com)