SURABAYA (voa-islam.com) – Kebenaran ada pejuangnya. Kebatilan pun ada pembela dan pendukungnya. Walau dikenal sebagai tempat penuh dosa, penutupan pusat pelacuran (lokalisasi) Dolly di Surabaya dibela mati-matian.
Malam jelang penutupan lokalisasi Dolly (18/06), Front Pekerja Lokalisasi (FPL) tampak berjaga-jaga di beberapa tempat. Organisasi yang menolak penutupan Dolly ini berkumpul di beberapa titik, seperti di perempatan Jl. Jarak dan gang masuk Dolly dari arah Girilaya.
Dengan seragam hitam-hitam, anggota FPL yang terdiri dari kaum pria, melarang wartawan untuk mengambil gambar di dalam Dolly. Mereka beralasan bahwa kehadiran wartawan membuat para pria hidung belang takut berkunjung. Jika pelanggan sepi, mereka khawatir pelacur Dolly tidak dapat bekerja maksimal.
Wartawan hanya dapat mengambil gambar jika sudah mendapat restu dari koordinator FPL bernama Emon.
Dari pantauan tim Jurnalis Islam Bersatu (Jitu), tampak beberapa lampu penerang jalan sekitar Dolly padam. Curah hujan yang cukup deras menambah sepi suasana Dolly yang biasanya hingar bingar. Walau demikian aktifitas wisma-wisma prostitusi Dolly masih terus berjalan.
Tim Jitu juga berhasilm mengorek keterangan tentang seberapa besar kekuatan massa dari FPL.
“Anggota FPL ada sekitar 500 orang mas,” ujar anggota FPL yang mengaku bernama Budi.
Sampai berita ini ditulis (pukul 02.10) suasana sekitar Dolly tampak aman dan hujan masih turun. [PurWD/surya/Jitu/voa-islamcom]