View Full Version
Selasa, 01 Jul 2014

Akil Mochtar Tamat! Hakim Jatuhkan Vonis Seumur Hidup

JAKARTA (voa-islam.com) - Majelis hakim PN Tipikor Jakarta menyatakan Akil Mochtar bersalah atas kasus sengketa Pilkada di MK dan pencucian uang. Akil dijatuhi hukuman seumur hidup, hal ini sesuai dengan hukuman yang di tuntut jaksa.

"Menyatakan terdakwa bersalah, menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup kepada terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya di PN Tipikor, Jakarta, Senin (30/6/2014) malam.

Tidak ada denda yang diwajibkan untuk dibayar Akil, seperti yang dituntutkan oleh jaksa. Hakim berpendapat, Akil sudah dijatuhi hukuman durasi maksimal sehingga denda bisa dihapuskan.

Akil dinyatakan terbukti bersalah sesuai dengan enam dakwaan sekaligus yaitu pertama adalah pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah yaitu terkait penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Lebak, Pelembang dan Empat Lawang.

Dakwaan kedua juga berasal dari pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP yaitu penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Buton, Morotai, Tapanuli Tengah.

Dakwaan ketiga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dalam sengketa pilkada Jawa Timur, dan kabupaten Merauke, kabupaten Asmat dan kabupaten Boven Digoel.

Dakwaan keempat juga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dalam pengurusan sengketa pilkada Banten.

Dakwaan kelima adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif hingga Rp 126 miliar saat menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2010-2013.

Dakwaan keenam berasal dari pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena diduga menyamarkan harta kekayaan hingga Rp22,21 miliar saat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Golkar 1999-2009 dan ketika masih menjadi hakim konstitusi di MK pada periode 2008-2010.

Namun vonis tersebut tidak diambil dalam keputusan bulat. Dua anggota majelis hakim, Sofialdi dan Alexander Marwata mengajukan dissenting opinion.

Dasar pendapat berbeda yang diajukan Sofialdi terkait dengan surat dakwaan jaksa yang menurut dia kabur, terkait dengan posisi sejumlah saksi seperti Susi Tur Andayani. Sofialdi juga sudah mengajukan dissenting pada saat putusan sela.

Sedangkan Alexander mengajukan pendapat berbeda lantaran menilai jaksa KPK tidak berhak menuntut perkara TPPU. Menurut Alexander, dakwaan kelima dan keenam gugur sekaligus.

Akil sebelumnya dituntut dengan tuntutan seumur hidup. Mantan politikus Golkar ini juga diharuskan untuk membayar denda Rp 10 miliar.

Hak Politik Akil Mochtar Dicabut

Terkait hak politik Akil Mochtar, hakim Suwidya menilai hukuman yang dijatuhkan sudah sangat berat. Sehingga hak politik Akil tidak dicabut oleh hakim.

"Hakim berpendapat pencabutan hak sebagaimana yang diminta jaksa tidak relevan," kata Ketua Majelis Hakim Suwidya di PN Tipikor, Jakarta, Senin (30/6) malam.

Hakim memang mengakui adanya fakta yang mengusik, yakni banyak terpidana korupsi yang masih dapat menduduki jabatan politik. Hal ini menjadi salah satu perhatian hakim.

Namun pada akhirnya hakim mengabaikan hal tersebut. Mengapa?

"Pencabutan hak pilih dan dipilih ini masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dan selain itu, terdakwa juga sudah mendapatkan hukuman maksimal," kata Suwidya.

Terlibat Suap Pilkada Lampung

Satu dakwaan jaksa KPK dinyatakan majelis hakim tidak terbukti. Dakwaan itu adalah suap terkait sengketa hasil pilkada Lampung Selatan.

"Satu korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf C kecuali sepanjang mengenai dakwaan yang bersangkutan dengan Pilkada Lampung, yang dinyatakan tidak terbukti," kata Ketua Majelis Hakim Suwidya di PN Tipikor, Jakarta, Senin (30/6) malam.

Tidak ada denda yang diwajibkan untuk dibayar Akil, seperti yang dituntutkan oleh jaksa. Hakim berpendapat, Akil sudah dijatuhi hukuman durasi maksimal sehingga denda bisa dihapuskan.

Walau dua kalimat hakim sebelumnya tampak meringankan tuntutan jaksa, Akil tetap dipenjara seumur hidup. Majelis hakim juga menolak semua pertimbangan yang dapat meringankan hukuman Akil.

"Hal-hal yang meringankan tidak dapat dipertimbangkan lagi," kata hakim ketua Suwidya saat membacakan vonis di PN Tipikor, Jaksel, Senin (30/6) malam.

Sebaliknya, majelis hakim memberikan pertimbangan yang memberatkan Akil sehingga dinilai pantas menjalani sisa hidup di penjara. Pertimbangan itu adalah Akil seorang kepala lembaga negara yang menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri.

"Hal yang memberatkan beliau ialah ketua lembaga negara yang merupakan benteng terakhir masyarakat mencari keadilan, harusnya menjadi teladan. Kedua, runtuhnya wibawa lembaga konstitusi. Ketiga, butuh usaha sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat," papar hakim Suwidya.

Inilah wajah demokrasi, kalo sudah begini apa masih bisa diharapkan? [dbs/det/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version