LONDON (voa-islam.com) - Presiden baru Indonesia harus menangani masalah yang sangat rumit, termasuk pemberantasan korupsi, demikian pengamat politik di Eropa. Para pengamat Eropa menilai masa depan Indonesia menghadapi masalah sangat komplek dan penuh paradok.
Calon presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo melakukan debat terakhir tadi malam, Sabtu (05/07), menjelang pemilihan presiden yang akan berlangsung Rabu (09/07) mendatang.
“Pemberantasan korupsi hanya salah saotunya,” kata David Henley, Professor untuk Studi Indonesia Kontemporer di Universitas Leiden, Belanda. Hal senada diungkapkan Shada Islam, Direktur Kebijakan Friends of Europe sebuah lembaga pemikiran di Brusel, yang memberi perhatian khusus kepada Asia.
Presiden terpilih nanti, kata perempuan keturunan Pakistan itu, “harus berurusan dengan pelemahan ekonomi, masalah pembangunan infrastruktur, korupsi, perbaikan sistem pendidikan.” Dan semua masalah itu sama pentingnya. Sama-sama harus menjadi prioritas.
"Tak bisa yang satu dikemudiankan dari yang lain. Dan semuanya hanya bisa ditangani jika Indonesia memiliki ekonomi yang bagus," tambah Shada. “Jadi saya beranggapan, presiden mendatang, siapapun itu mau Jokowi atau Pabowo, harus memiliki agenda ekonomi yang kuat,” tegas Shada Islam.
Sementara itu, David Henley, mengatakan, "Indonesia juga merupakan negara yang semakin tidak setara secara sosial. Kesenjangan antara kaya dan miskin tumbuh lebih cepat dibanding di bawah Suharto”, ujar Henley. Ini akan menimbulkan kekacauan sosial, akibat kesenjangan yang semakin jauh antara kaya-miskin.
Perkembangan ini, jika tidak diperbaiki, tambah Profesor Henley, "akan melemahkan legitimasi demokrasi itu sendiri." Karenanya harus segera dicarikan berbagai langkah pemecahannya.
“Alokasi anggaran besar-besaran pada sektor pertanian dan infrastruktur, serta pada layanan publik, bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah ini,” David Henley menambahkan.
Menurut Henley Prabowo tampaknya unggul jauh ihwal daya tariknya terhadap petani dan buruh industri, khususnya dengan kebijakan ekonomi secara eksplisit pro-masyarakat miskin yang ditampilkan secara kuat dalam program Gerindra.
Dampak Global
Pemilihan presiden 9 Juli, disebut sebagai Shada Islam dan David Henley sebagai ujian bagi kekokohan dan kedewasaan demokrasi Indonesia. Selain itu, Shada Islam menyorot posisi Indonesia yang sudah kepalang menjadi “contoh langka tentang demokrasi dan Islam."
Demokasi di Indonesia, sejak lepas dari kedikatoran melalui Reformasi 1998, menurut Shada Islam, begitu hidup. Kecuali Turki, tak ada negeri Islam lain yang memiliki masyarakat demokrasi yang penuh gairah seperti Indonsia.
“Bagi dunia internasional, Indonesia adalah inspirasi dalam hal transisi demokrasi, reformasi, peralihan ke demokrasi yang sangat mulus, dari rezim otoriter ke suatu demokrasi yang penuh gairah,” tegas Shada Islam.
Ada harapan yang muncul dari Pilpres 2014, tapi ada juga kecemasan.
“Indonesia adalah model yang jadi panduan. Jika pemilihan presiden ini membawa Indonesia mundur ke belakang dan bergerak ke arah narasi yang sangat berbeda, yang berdasar pada era lampau, banyak negara akan merasakan dampaknya," kata Shada. "Jadi pilpres ini akan berdampak global," tambahnya.
Negara-negara Barat sangat memperhatikan siklus politik yang terjad di Indonesia. Tetapi, memang Barat dan sejumlah negara di Asia, seperti Singapura menginginkan Jokowi yang terpilih, dan lemah, mudah dikendalikan dibanding dengna Prabowo yang kental nasionalismenya. (jj/dbs/voa-islam.com) #Pemilu2014