View Full Version
Ahad, 13 Jul 2014

Amran Nasution: Allan Nairn, Wartawan (Asing) Tak Bermoral Dukung Jokowi

JAKARTA (voa-islam.com) - Allan Nairn, wartawan Amerika Serikat itu punya agenda sendiri di sini. Dia dukung Jokowi dan serang Prabowo. Dia tak peduli etika demikian tulis Amran Nasution, Eks Redpel Tempo kepada Voa-Islam.com.
 
Siapa bilang wartawan Amerika Serikat pasti hebat? Lihatlah Allan Nairn, 58 tahun, kelahiran New Jersey itu. Nairn bisa disebut wartawan tak bermoral. Soalnya, selaku wartawan, ia mengaku telah membongkar wawancaranya dengan Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang kini menjadi Calon Presiden RI itu.

Padahal wawancara pada 2001 itu diakuinya sebagai off the record. Artinya, wawancara itu hanya untuk diketahui wartawan, tak boleh disiarkan. Kalau disiarkan, sang wartawan melanggar kode etik wartawan yang berlaku universal. Artinya, wartawan itu tak bermoral, tak punya etika.

Berdasar wawancara off the record itu (kalau wawancara itu ada, soalnya ada pernyataan dari kelompok Prabowo Subianto interviu itu itu sama sekali tak pernah terjadi), Nairn menyerang Prabowo, menuduhnya selama ini berpura-pura kritis kepada negara adidaya Amerika Serikat. Yang sesungguhnya, kata Nairn, Prabowo punya hubungan baik dengan para pejabat Amerika Serikat, kalangan bisnisnya, mau pun militer.

Dapat dipastikan semua ocehan itu fitnah. Nairn adalah wartawan gombal yang tak layak dihormati. Sejumlah orang memang mengaguminya di sini hanya karena dia berkulit putih. Dia bule.

Lebih parah lagi, tujuan Nairn menyiarkan wawancara itu untuk menjatuhkan Calon Presiden Prabowo Subianto dan memenangkan saingannya, Joko Widodo alias Jokowi, dalam pemilihan presiden (Pilpres). Jadi gerakan Allan Nairn ini bisa digolongkan sebuah intervensi asing dalam pemilihan presiden.

Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014, intervensi asing memang nyata. Paling tidak, Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID), Jajat Nurjaman mengaku telah mengumpulkan berbagai bukti intervensi asing dalam Pilpres 2014.

"Ini membuktikan yang terjadi bukan spontanitas tapi terkoordinasi baik oleh sebuah kekuatan besar. Mereka tak ingin Prabowo jadi Presiden menggantikan SBY," kata Jajat Nurjaman kepada wartawan di Jakarta, 8 Juli 2014.

Menurut Jajat setidaknya ada 8 bukti intervensi asing. Di antaranya, pernyataan majalah Time dan The Economist secara terbuka bahwa Prabowo tak boleh jadi Presiden RI.

Menurut Jajat setidaknya ada 8 bukti intervensi asing. Di antaranya, pernyataan majalah Time dan The Economist secara terbuka bahwa Prabowo tak boleh jadi Presiden RI.  Majalah berita TIME (Amerika Serikat) yang kini lagi ngos-ngosan karena tirasnya terus anjlok, dan majalah berita ekonomi dari Inggris, The Economist, merasa seolah-olah punya hak mengatur siapa jadi presiden Indonesia. Ada pula pernyataan keberpihakan ke Jokowi oleh  artis Amerika dan Inggris seperti Jason Mraz, Sting, Akarna, tak ketinggalan bintang porno Vicky Vette. Entah dari mana artis porno itu mengenal Jokowi.

Kemudian muncullah Allan Nairn. Di kalangan diplomat Indonesia,  Nairn dikenal suka menulis berita palsu tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mantan Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal mengatakan, Nairn selalu mencari peluang memecah-belah Indonesia. Dalam kasus Timor Timur dulu Nairn menggebu-gebu menjelek-jelekkan Indonesia.

Lalu ada iklan untuk promosikan Jokowi dan diskreditkan Prabowo di Google, YouTube dan jaringan iklan AdSense. Padahal di situsnya sendiri secara eksplisit Google melarang iklan politik ditayangkan di Indonesia. Tampaknya, untuk menghadang Prabowo apa saja mereka lakukan, termasuk melanggar etika dan aturan mereka sendiri.

Belum cukup. Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert Blake 23 Juni 2014, kepada Wall Street Journal mengatakan, Pemerintah RI harus mengusut dugaan kasus HAM Prabowo. Pernyataan ini memicu reaksi keras DPR karena merupakan bukti konkrit campur-tangan Amerika dalam Pemilu Presiden Indonesia.

Beberapa bulan sebelumnya ada pertemuan Ketua Umum PDIP Megawati dan Jokowi dengan sejumlah Dubes di rumah seorang pengurus CSIS, tangki pemikir milik WNI keturunan Tionghoa Katolik yang sangat berkuasa di awal Orde Baru. Sekarang tampaknya CSIS mau come back dengan membonceng di ketiak Jokowi, sebagaimana di awal Orde Baru dulu, CSIS yang anti-Islam muncul dari ketiak Asistem Pribadi Presiden (Aspri) Ali Murtopo dan Sujono Humardani. [adivammar/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version