JAKARTA (voa-islam.com) – Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta baru-baru ini mengeluarkan peraturan tentang penggunakan seragam bagi siswa-siswi di semua jenjang pendidikan. Namun aturan ini ada yang janggal. Setiap hari Jum’at siswa-siswi diwajibkan untuk menggunakan pakaian daerahnya masing-masing.
Artinya untuk siswa-siswi yang ada di DKI Jakarta, setiap Jum'at harus menggunakan pakaian betawi. Padahal, pada Jum'at, siswa-siswi yang biasanya menggunakan pakaian Muslim ataupun Muslimah.
Peraturan ini mendapatkan tanggapan dari aktivis pendidikan dari UIN Syarief Hidayatullah, Johan Aristya Lesmana, S.Pd. Menurutnya DKI sebagai barometer pendidikan (mayoritas siswa muslim) perlu mempertimbangkan matang-matang dalam mengeluarkan kebijakan. Memasukkan pakaian daerah sebagai seragam khusus itu kan bagian dari pendidikan berbasis kebudayaan.
"Namun, jangan keliru, pendidikan nasional dibangun dari pondasi agama dengan tujuan sesuai di dalam UU yang intinya kesadaran dan pembinaan akhlak mulia dan potensi kreatif, sedangkan kebudayaan itu efek dari pendidikan itu sendiri" katanya kepada Voa-Islam melalui pesan pendeknya pada Jum'at (25/07).
"Jadi alangkah baiknya terlebih dahulu mengutamkan seragaman keagamaan (pakaiam Muslim - red.) dibandingkan seragam kebudayaan setempat, apalagi Jum'at itu sepaket dengan kewajiban Muslim pria untuk shalat Jum'at" tambahnya.
Jadi, menurut Johan sangat disayangkan kalau Jum'at yang sudah menggunakan pakaiam Muslim, malah diganti pakaian daerah. Namun, Johan juga memberikan saran jika sekolah tetap ingin menjadikan pakaian daerah sebagai pakaian wajib bagi siswa-siswinya.
"Lebih bijak bila pakaian daerah di hari selain Jum'at, kan masih ada 5 hari lgi selain Jum'at" ujar mantan Ketua HMI Cabang Ciputat ini. [Adi/voa-islam.com]