JAKARTA (voa-islam.com) - Waktu akan menguji konsistensi 'omongan' Jokowi yang sejak semula tidak mau membagi 'kue' kekuasaan dengan Golkar. Bahkan, sejak awal ketika menjelang pilpres, Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie, pernyataan yang keluar dari Jokowi 'ogah' membagi kekuasaan dengan Golkar.
Sekarang, sesudah mendekati pembentukan pemerintahan, nampaknya PDIP sudah mulai goyah, tidak dapat mempertahankan konsistensi 'omongan', dan menyatakan membuka diri untuk menerima Partai Golkar masuk dalam koalisi pemerintahan Jokowi-JK. Padahal, awal sebelum pilpres, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo dengan lantang menolak memberikan konsesi apapun kepada Golkar dan Aburizal Bakri.
Kondisi awal yang diinginkan nampaknya tidak dapat dipertahankan lagi. Maka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan, Jokowi dipastikan dapat menerima beberapa partai untuk membangun pemerintahan ke depan. Alasannya, partai koalisi akan memperkuat pemerintahan Jokowi-JK di parlemen.
Kondisi objektif yang ada di mana pemerintahan dengan dukungan PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI, hanya mencapai 40 persen. Ini tidak mungkin akan dapat menciptakan pemerintahan yang stabil. Maka, hanya dengan menjilat kembali 'ludahnya' yang sudah muncrat, dari tokoh PDIP dan Jokowi, pasti akan mengajak partai lain dalam pemerintahan.
SBY yang didukung 60 persen suara, masih membutuhkan dukungan 11 partai politik. Apalagi, Jokowi yang suaranya cekak, dan hanya 53 persen? Dan, sekarang kemenangan Jokowi di 'udak-udak' di MK, semakin tidak legitimit lagi. Selama ini, Jokowi selalu menginginkan kabinet 'zaken', kabinet kerja, artinya para menteri hanya terdiri dari para profesional alias non-partisan.
"Saya kira Pak Jokowi membuka diri. Kita kan belum 50+1 di DPR, jadi wajar kalau Pak Jokowi menerima satu dua partai untuk bergabung," kata Tjahjo, di Jakarta, Rabu (13/8/2014).
Namun, PDIP dan Jokowi dengan manuver politiknya, seolah-olah yang membuntuhkan kekuasaan adalah Golkar. Seperti diungkapkan Tjahjo Kumolo, di mana dia mengatakan, menanggapi wacana Partai Golkar yang akan bergabung dalam koalisi pemerintahan Jokowi-JK ke depan. Siapa orang-orang Golkar yang ingin bergabung dengan Jokowi?
Wacana akan bergabungnya Golkar mulai mencuat setelah adanya desakan agar Munas Golkar segera dilaksanakan 2014 sebelum pelantikan presiden terpilih. Paling-paling mereka yang menginginkan bergabung ke PDIP atau Jokowi hanyalah orang-orang Golkar yang memang mendukung JK dalam pilpres 2009.
Maka, sekarang kalangan PDIP dan Timses Jokowi terus melakukan manuver politik, dan memecah partai-partai politik dengan cara mendekati tokoh-tokohnya secara individu dengan menawarkan jabatan di kabinet. Tak heran, kalau Tjahjo, mengatakan pihaknya terus menjalin komunikasi dengan Jokowi-JK sebagai pasangan capres-cawapres terpilih berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), khususnya untuk mendekati unsur-unsur partai politik di kubu Prabowo.
"Saya kira PDIP dalam konteks itu terus membangun komunikasi dengan Pak Jokowi, kami terus melakukan komunikasi sampai pelantikan," kata Tjahjo.
PDIP dan Jokowi akan diuji oleh waktu, apakah semua omongannya itu, benar-benar bisa diwujudkan atau hanya 'umuk' belaka? Apakah Jokowi akan tetap konsisten tida menjamah unsur-unsur partai yang sekarang ini ada dikoalisi 'Merah Putih'? [jj/dbs/voa-islam.com]