View Full Version
Rabu, 20 Aug 2014

Siapa Bakal Menjadi Pengkhianat Koalisi 'MERAH PUTIH'?

JAKARTA (voa-islam.com) - Dalam politik sekuler ada sebuah norma yang tidak tertulis, yaitu "Tidak teman atau lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi". Jadi dalam dunia politik itu, segalanya bisa berubah.

Sekarang teman, besok bisa menjadi lawan. Sekarang lawan, besok menjadi teman. Jadi tak ada yang abadi dan permanen, semuanya berubah hanya didasarkan kepentingan.

Waktu akan menguji siapa yang masih memiliki komitmen diantara partai-partai yang sudah mendeklarasikan "KOALISI MERAH PUTIH", secara permanen.

Karena, komitmen itu ada, jika memiliki idealisme dengan tujuan yang jelas, hanya dengan cara itu, sesungguhnya yang akan dapat mempertahankan kebersamaan. Tidak tergoda dengan iming-iming dengan kekuasaan ataupun lainnya.

Ada beberapa kemungkinan diantara 'KOALISI MERAH PUTIH' membelot kepada Jokowi :

Pertama, partai yang membelot kepada pemerintahan Jokowi, jika dia menang di MK, yaitu karena partai itu, tokoh-tokohnya sudah  bobrok, bergelimang dengan korupsi. Dirinya, anak keturunannya kenyang dengan korupsi, maka dia ingin menumpang hidup dan mencari selamat dengan memberikan dukungan kepada Jokowi. Mencari 'garansi' (jaminan), nantinya selamat, dan tidak dimasukan penjarak oleh rezim Jokowi.

Kedua, partai yang membelot kepada pemerintahan Jokowi itu, memang terdiri dari tokoh-tokoh partai yang oportunis dan pragamatis, tidak punya pendirian, mencla-mencle, mabuk dengan kekuasaan, jabatan, harta, dan 'rai gedek' alias muka tembok. Maka mereka dengan suka rela menyerahkan dirinya untuk dijadikan 'bemper' oleh Jokowi.

Ketiga, partai yang membelot kepada pemerintahan Jokowi itu, memang tokoh-tokoh partai yang kerdil dan tidak memiliki cita-cita besar membangun negara.

Mereka tidak ingin berbuat dan bertindak dengan niat memperbaiki negara dan bangsa, mendirikan partai sekadar hanyalah untuk mencari penghidupan alias makan. Bukan berjuang dalam rangka membela kepentingan masa depan bangsa. Tidak ingin menjadi kekuatan pengimbang atau melakukan kontrol terhadap rezim baru.

Padahal, di negara-negara maju, pasti ada partai yang memerintah dan ada partai yang oposisi. Sehingga, kehidupan politik menjadi sehat, dan dengan menawarkan alternatif perbaikan kepada pemerintah yang berkuasa, sesuai dengan visi dan misinya.

Di Amerika ada Partai Republik dan Demokrat. Di Inggris ada Partai Konservatif dan Partai Buruh. Di Malaysia ada BARISAN NASIONAL, dan ada kekuatan oposisi yang terdiri Partai Islam se-Malaysia (PAS), dan Partai Keadilan Rakyat, yang dipimpin Anwar Ibrahim.

Keempat, partai yang membelot kepada pemerintahan Jokowi itu, di masa depan, setidaknya tahun 2019, dipastikan akan menjadi partai gurem, dan tidak laku lagi. Apalagi, jika pemerintahan Jokowi gagal dan bangkrut, karena kepemimpinan Jokowi yang tidak berkualitas. Karena, menghadapi kondisi Indonesia yang sudah amboradul, dibutuhkan jenis pemimpin yang berkualitas dan berkarakter, dan mampu menghadapi kondisi global. Menyedihkan seandainya Jokowi ditetapkan pemenang oleh MK?

Kelima, sementara itu, sejak bulan Nopember 2014 nanti, berlangsung pertemuan regional dan multilateral, dan Indonesia akan bertemu dengan berbagai jenis pemimpin dalam forum-forum internasional. Sedangkan Jokowi belum memiliki pengalaman yang memadai di forum-forum internasional.

Ingat saat Jokowi di wawancarai  oleh wartawti TV Bloomberg, dia hanya bisa berucap, "I don't think about that'. Bahkan, JK sendiri, sebelum pencapresan Jokowi sudah mengatakan, jika Jokowi menjadi capres, maka Indonesia akan hancur, tuturnya. Wis ora opo-opo? *mashadi 

 


latestnews

View Full Version