View Full Version
Ahad, 24 Aug 2014

Fahira Idris: Propaganda LGBT Mengatasnamakan HAM Dengan Landasan Ideologi Sekuler

JAKARTA (voa-islam.com) - Propaganda LGBT (Lesbi Gay Biseksual Transgender) kembali mengemuka sejak mencuatnya kasus buku Why? Puberty yang memuat konten pro-LGBT. Menurut penelusuran Fahira Idris, buku ini telah diprotes oleh sejumlah pihak sejak dua tahun yang lalu. Hanya saja, belum ada pengerahan opini publik yang masif seperti sekarang.

Pernyataan Fahira Idris dikemukakan dalam sebuah pertemuan sederhana digelar di Rumah Damai Indonesia (RDI) di bilangan Jatipadang, Jakarta, pada hari Selasa, (19/08). Selain Fahira Idris, acara silaturrahim ini juga mempertemukan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, #IndonesiaTanpaJIL (ITJ) untuk menanggapi propaganda LGBT yang marak berkembang.

Selanjutnya, Penerbit Elex Media telah memutuskan untuk menarik buku tersebut dari peredaran dan mengaku teledor. Meski demikian, sejumlah kalangan tetap menyeru untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap propaganda serupa di buku-buku lain dan berbagai media lainnya.

Fahira sendiri terlibat aktif dalam menggalang dukungan dari masyarakat. Melalui akun Twitter-nya, Fahira meminta masyarakat untuk menyampaikan keluhannya secara tertulis. Hasilnya, dalam waktu singkat terkumpul lebih dari 500 surat yang meminta buku Why? Puberty ditarik dari peredaran. Seluruh surat ini kemudian diserahkan kepada Elex Media.

Menurut Fahira, propaganda LGBT ini sangat meresahkan, sebab selalu mengatasnamakan HAM atau kemanusiaan dengan landasan ideologi sekularisme.

Sejak dahulu Indonesia adalah negeri yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan atau HAM juga harus ditafsirkan berdasarkan nilai-nilai agama, bukan dengan ideologi sekularisme

“Sejak dahulu Indonesia adalah negeri yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan atau HAM juga harus ditafsirkan berdasarkan nilai-nilai agama, bukan dengan ideologi sekularisme,” kata Fahira yang merupakan pendiri Gerakan Anti Miras (GENAM)..

Fahira juga menyayangkan adanya pihak-pihak yang keliru dalam memaknai sikapnya. Pertama, ada yang membuat kesan bahwa penolakan ini datang dari Fahira Idris seorang. Padahal, dirinya hanyalah tokoh publik yang menerima berbagai keluhan dari masyarakat dan menyampaikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, penolakan terhadap propaganda LGBT haruslah dipahami sebagai suara hati umat, bukan satu-dua orang saja.

Kedua, penolakan terhadap propaganda LGBT kerap dipandang sebagai sikap permusuhan, bahkan provokasi kekerasan, sementara Fahira Idris menolak semuanya itu.

“Banyak yang merasa saya memusuhi kaum LGBT ini. Sebenarnya tidak. Pada kenyataannya, mereka ada di antara kita, dan kita tidak menganggapnya sebagai musuh yang harus dimusnahkan. Akan tetapi propagandanya harus dicegah, dan kita semua berkepentingan untuk melindungi keluarga kita masing-masing,” ungkapnya.

Ketiga, ada juga yang bersikap sinis kepadanya seolah-olah ia tengah berusaha mencari simpati publik sebagai anggota DPD. Fahira membenarkan bahwa dirinya telah terpilih sebagai anggota DPD, namun ia juga mengingatkan bahwa pelantikan belum lagi dilakukan. Semua yang dilakukannya adalah atas kesadaran pribadi, bukan pencitraan.

[akmalITJ/syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version