View Full Version
Senin, 25 Aug 2014

Pencitraan Terhadap Jokowi Terus Sepanjang Masa

JAKARTA (voa-islam.com) - Sejatinya kemenangan Jokowi adalah kemenangan media 'mainstream' yaitu media sekuler, liberal, dan phalangis (kristen), yang berhasil mendongkrak nama Jokowi dengan pencintraan yang terus-menerus.

Media mainstreams itulah yang berhasil menciptakan opini, kemudian mengubah keyakinan rakyat tentang Jokowi.

Jokowi di tengah-tengah kebusukan korupsi yang merajalela, lalu dicitrakan sebagai tokoh atau 'ikon' kejujuran, keserdahanaan, dan merakyat. Citra inilah yang terus dikampanyekan melalui media-media yang ada, termasuk media sosial.

Tidak ada hari tanpa pencintraan tentang Jokowi. Ini bagian dari teori "Greenberg', yang berhasil menyulap tokoh 'antah-berantah', kemudian menjadi tokoh, dan memenangkan pemilih presiden, seperti Bill Clinton di Amerika.

Jokowi pergi ke Gedung Juang saat pendeklarasian pencalonannya dengan naik sepeda ontel bersama dengan JK. Pergi ke KPU dengan naik becak. Dibuat film, saat makan lesehan bersama dengan seorang ibu. Blusukan Jokowi menjadi 'jimat' yang paling manjur, membohongi rakyat. Semua itu, bagian dari proyek pencitraan. Begitu pula istrinya, Iriana, saat kampanye debat di telivisi, menggunakan kerudung, dan usai kampanye kembali kepalanya 'plontos', tidak ditutup kerudung.

Nampaknha, usai pemilihan presiden, Jokowi tetap akan mempertahankan pencintraannya seusai dilantik nanti. Dia mengatakan akan setia dengan kemeja putihnya saat menjabat menjadi pcresiden nanti.  "Putih karena murah, baru dirancang desainernya," kata Jokowi saat ditemui seusai acara di Masjid Sunda Kelapa, Ahad, 24 Agustus 2014.

Jokowi mengatakan perancang busana kemeja putih adalah dirinya sendiri. Kemudian digarap penjahit langganannya. Namun, Jokowi akan menggunakan batik atau jas saat acara internasional. "Tapi yang jelas karakter Indonesianya harus hadir," kata Jokowi.

Bahkan, ada media pendukung Jokowi yang mengatakan penampilan Paspampres lebih keren dibanding Jokowi. Pokoknya, citra Jokowi terus diabadikan. Supaya rakyat yakin, bahwa Jokowi itu jujur, sederhana dan merakyat. Cocok dengan rakyat Indonesia yang 70 persen berpendidikan SD.

Namun, seorang pejabat di Kementerian Keuangan, memberikan komentar, tentang Jokowi yang hobi 'blusukan' itu, tidak berarti Jokowi prihatin dengan nasib rakyat miskin, tapi Jokowi tidak suka rapat lama-lama, lebih senang mendelegasikan kepada bawahannya. Karena Jokowi, bukan jenis pemikir, nggak kuat mikir lama-lama, tukas pejabat itu, yang tidak mau disebut namanya.

Dibagian lain, seorang akademisi, mengatakan dengan Jokowi sebagai presiden, rakyat tidak perlu sekolah atau kuliah tinggi-tinggi, apalagi sampai Phd, tukasnya. Untuk apa? Kenyataannya dengan orang seperti Jokowi, rakyat sudah bisa menerimanya menjadi presiden. 

Namun, bagaimana Indonesia dengan penduduk 250 juta, yang memiliki posisi geopolitik yang sangat strategis, di pimpin oleh pemimpin yang kualitasnya tidak memadai? Seperti dikatakan oleh JK, mengomentari Jokowi, jika Jokowi menjadi capres, maka Indonesia akan hancur, tegasnya.

Bahkan, saat diwawancarai oleh telivisi Bloomberg, Jokowi hanya bisa menjawab pertanyaan wartawati Bloomberg dengan, "I don't think about that", sampai akhirnya beberapa detik, wawancara itu diberhentikan. Tapi, rakyat menikmati melihat gaya pencintraan itu. [jj/dbs/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version