JAKARTA (voa-islam.com) - Kalangan pendukung Jokowi mulai gerah, dan tidak merasakan kenyamanan lagi. Dengan penunjukan mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara), terutama kalangan aktivis kiri, yang menjadi tulang punggung pemenangan Jokowi.
Mereka seperti menelan 'ludahnya' sendiri, yang menuduh Prabowo sebagai pembunuh dan melakukan pelanggaran HAM.
Tapi, faktanya Jokowi memilih Hendropiyono, dan menimbulkan protes, termasuk istrinya Munir, Suciwati. Penunjukan mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) AM Hendropriyono sebagai penasihat senior di rumah transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi kritikan dan ganjalan, seperti Kontras.
Sementara itu, pegiat hak asasi manusia memprotes keberadaan Hendro karena diduga terlibat pelanggaran HAM berat atau kasus Talangsari pada 1989.
Namun, menurut Wakil Ketua PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari, keberadaan Hendro di rumah transisi yang punya jabatan tidak bermasalah. Sebab, penasihat di rumah transisi bukan hanya satu orang yakni Hendropriyono, melainkandan Hasyim Muzadi, Syafi'i Maarif, dan Luhut Panjaitan.
"Kan aneh kalau orang berspekulasi bahwa Pak Hendropriyono masuk karena untuk kepentingan pribadi, kan banyak orang didalamnya. Jadi saya ingin masyarakat melihatnya adil ya dalam hal ini, untuk tidak seolah-seolah transisi sekadar memblok program-program penegakan hukum," kata Eva di Sudirman, Jakarta, Minggu (24/8/2014).
Belum lagi, lanjut Eva, posisi Hendro segai penasihat tidak akan memengaruhi keputusan apapun. Hendro dan penasihat lainnya memberi masukan bila diminta. Namun, ketika tidak dimintai masukan, maka penasihat tidak akan memberikan masukan apa-apa.
"Kalau dalam visi misi sudah ada program aksi penegakan hukum ya Pak Hendropriyono gak bisa menghapus ini," ujar anggota Komisi Hukum DPR ini.
Eva mengatakan pihaknya membuka diri dengan pihak manapun bergabung pada Jokowi-JK. Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah diterapkan. Di antaranya punya komitmen dalam mewujudkan visi misi Jokowi-JK dalam waktu lima tahun ke depan.
"Siapapun yang berkomitmen membantu menurunkan visi misi menjadi operasional dan actionable, itu kami dukung," tandas Eva.
Sebelumnya, Kontras menilai terpilihnya Hendropriyono menandakan ketidakseriusan Jokowi dalam mengusut kasus kejahatan HAM di Indonesia. Hal itu dikarenakan dugaan keterlibatan Hendropriyono atas sejumlah kasus HAM berat di Indonesia.
"Antara tidak serius, tidak mengerti, atau rentan diintervensi (berbagai kepentingan)," kata Koordinator Kontras Haris Azhar.
Padahal, kata dia, Kontras berharap Jokowi bisa bertindak cepat untuk mengusut tuntas kasus HAM di masa-masa awal pemerintahannya nanti.
"Tiga bulan pertama, (kami berharap) Jokowi sudah bisa membentuk Komite Kepresidenan untuk mempercepat proses hukum dan pemulihan atas kasus HAM berat di masa Orde Baru, kasus Talangsari harusnya masuk," tambah Haris. Jokowi yang konon egaliter alias merakyat, dan prihatin dengan rakyat, dan cinta rakyat, tapi memilih Hendropriyono. jj/dbs/voa-islam.com