JAKARTA (voa-islam.com) - Paranoid terhadap ISIS, kemudian Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai mengusulkan, pemerintah dan DPR harus merevisi Undang-Undang Terorisme agar dapat menjerat orang-orang yang menyebarkan kebencian dan permusuhan.
Menurutnya, jeratan hukum terhadap kelompok penyebar kebencian ini merupakan cara ampuh untuk mencegah tindakan terorisme.
Hal ini dia tegaskan menanggapi maraknya ceramah, tulisan atau pernyataan orang-orang yang isinya mengganggap pihaknya paling benar dan menganggap kelompok lain -termasuk negara atau pemerintah- sebagai "kafir".
"Inilah yang kita usulkan, agar kegiatan penyebaran kebencian harus masuk dalam kategori tindakan kriminal. Ini kalau kita ingin mencegah tindakan teroris," kata Ansyad Mbai, saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi Indonesia merespon ancaman ISIS, di Jakarta, Senin (25/08).
Ansyad mengatakan, di hampir seluruh negara di dunia, diantaranya Inggris, orang-orang yang terbukti menyebarkan kebencian dapat dikenai pasal kriminal dengan hukuman berat.
Di Indonesia, menurutnya, Undang-Undang Terorisme tidak mengatur pasal yang dapat menjerat pelaku "penyebar kebencian". "Undang-Undang Teroris kita termasuk yang terlembek di dunia," kata Ansyad.
Dia mengatakan, produk UU tersebut lebih bersifat reaktif atau hanya diberlakukan setelah kejadian teror. Propaganda ISIS banyak dijumpai di media sosial, tetapi sulit dibendung. "Padahal, untuk mengalahkan terorisme di manapun, diperlukan tindakan proaktif," katanya.
Akibat kelemahan ini, lanjutnya, aparat kepolisian tidak dapat melakukan upaya hukum terhadap orang-orang yang terbukti melakukan hal tersebut.
Ansyad kemudian memberikan contoh, apa yang disebutnya "penyebaran kebencian" yang dilakukan terpidana terorisme Abubakar Ba'asyir di dalam penjara Nusa Kambangan, Cilacap, Jateng.
Ba'asyir menurutnya telah melakukan ba'iat kepada pengikutnya untuk mendukung Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS yang belakangan berubah menjadi Daulah Islamiyah alias Negara Islam, IS.
"Substansinya itu adalah menanamkan kebencian, menyebarkan permusuhan terhadap negara, orang asing... Sementara, (otoritas) penjara tidak berdaya, karena regulasi tidak ada," ungkapnya.
Sejauh ini kepolisian Indonesia telah menangkap sedikitnya tiga orang pendukung ISIS di Bekasi dan Ngawi, tetapi karena latar belakang mereka sebagai buronan tersangka tindak pidana teroris.
Minggu (24/08) kemarin, Polres Depok juga membebaskan seorang warga Depok memasang bendera ISIS di rumahnya, karena dianggap "cuma ikut-ikutan" dan tidak terkait dengan organisasi teroris.
Aparat hukum Indonesia juga tidak mampu melakukan tindakan hukum apapun, walaupun sejumlah anggota masyarakat terbukti melakukan "sumpah setia" untuk mendukung ISIS secara terbuka.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, BNPT sebelumnya telah mewacanakan untuk mencabut status WNI terhadap sedikitnya 34 orang anggota WNI yang berangkat dan bergabung dengan ISIS di Suriah, tetapi usulan ini tidak berlanjut. Situasi yang berkembang menjdi stimulus bagi mereka yang ingin bergabung dengan ISIS. [alfatih/voa-islam.com]