View Full Version
Selasa, 26 Aug 2014

Eks Imam Rowatib MMR Sebut Pembohong Mereka yang Mengatakan Dahulu MMR Tidak Disukai Umat

 

BEKASI (voa-islam.com)- Masjid Muhamad Ramadhan Bekasi (MMR) memang cukup fenomenal, pasalnya masjid yang dulu menjadi idola para aktivis Islam di Jabodetabek untuk melaksanakan kegiatan keislaman, kini menjadi tertutup dan apatis terhadap gerak langkah kegiatan keislaman yang memperjuangakan syariah.

Bahkan, DKM yang kini memegang serta menguasai MMR saat ini, sangat terang dan nyata, bahwa mereka mengklaim dengan diambil alihnya masjid di tangan mereka kini MMR menjadi ramai dan bergairah yang konon dulunya sepi.

Menanggapi akan hal ini, Ahad (24/08) reporter voa-islam.com mencoba mengklarifikasi via telepon kepada salah seorang tokoh Masjid Muhamad Ramadhan dari susunan takmir periode lama.Beliau adalah Ustadz Ahmad Ruyatillah, Lc, dimana beliau ini adalah Imam Rowatib Masjid Muhamad Ramadhan untuk periode lama sebelum diambil alih oleh DKM yang sekarang ini.

Menanggapi kabar yang beredar di beberapa media maya, dimana di kabarkan MMR dulu sepi dan kini menjadi ramai, Ustadz Ahmad Ruyatillah, Lc, mengatakan.

“Kalau dibandingkan dengan masjid sekitar, maka shalat subuh di MMR lebih banyak jamaahnya. Adapun Jumatan (shalat Jum’at – red.) itu selalu penuh lantai bawah dan atas” katanya.

Ustadz, yang juga alumni Ponpes Al-Mukmin Ngruki,Solo ini, juga menjelaskan bahwa untuk saat itu masjid MMR sangatlah ramai sekali di mana sholat berjamaah selain sholat shubuh saja, mencapai tiga hingga empat shof, di mana satu shofnya bisa dua puluh orang, karena beliau menerangkan MMR itu masjidnya besar sekali.

Bahkan menanggapi isu jikal pada saat dipegang pengurus lama MMR sepi, Ustadz yang telah lulus dari LIPIA dan mendapat gelar Lc ini dengan nada tinggi beliau katakan.

“Omong kosong, bila dulu MMR gak disukai umat, mereka bohong, itu jelas kabar yang dihembuskan oleh pesanan penguasa,” ujar beliu dengan gaya yang khas logat Betawinya.

Mantan Imam Masjid MMR ini juga menegaskan kalau takmir yang dulu itu penduduk asli.

“Kalau itu benar MMR dulu bukan untuk umum, mana mungkin saya yang selaku orang betawi asli bisa mengimami di MMR sampai 7 tahun?” tanyanya

Dan yang lebih hebat lagi, saat DKM lama beliau menjelaskan.

“MMR memang dibenci dan dirindu, dibenci karena tauhid dan jihadnya, dirindu karena selalu ramai oleh berbagai kegiatan tiap pekannya, ada kajian ummahat Rabu dan Kamis dengan jamaahnya 200an orang, ada kajian untuk kaum dhuafa ibu-ibu setiap Jumat, ada kajian buat tukang ojek dan becak sebulan sekali, ada kajian tahsin tiap Sabtu sepekan sekali, tiap Ahad ada kajian rutin baik Ahad ke satu dua tiga dan empat,ada baksos tiap 3 bulan sekali, pengobatan gratis, posko musibah tiap ada musibah seperti banjir, gunung meletus dan lain-lain” paparnya panjang lebar.

Bukan hanya itu saja, untuk membuktikan bahwa DKM MMR periode yang dahulu itu sangat terbuk untuk umat, Ustadz Ahmad Ruyatillah, Lc, ini menjelaskan bahwa setiap kajian yang di laksanakan oleh kami, pengumuman acara melalui spanduk, pampflet, dan radio sudah jauh-jauh hari dilakukan sebelum acara,

Kita berharap MMR kelak akan menjadi masjid yang bisa kembali menjadi masjid sejati sebagaimana masjid di zaman Rosululloh SAW, yang benar-benar murni untuk kepentingan perjuangan Islam, bukan untuk kepentingan golongan semata.

[syahid/Protonema/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version