View Full Version
Rabu, 27 Aug 2014

PP yang Melegalkan Aborsi Dikhawatirkan Akan Menyuburkan Perilaku Maksiat

 

BANDUNG (voa-islam.com) – Pro kontra mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang di dalamnya terdapat pengaturan bolehnya aborsi bagi korban pemerkosaan masih terus berlangsung. PP ini sendiri resmi ditanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Juli 2014 yang lalu.

Menurut Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jawa Barat Ustadz H. Hadiyanto dari filosofi dan argumen hukum mungkin bisa jadi pendapatnya bisa diterima. Akan tetapi dirinya berkeyakinan (PP – red.) ini akan banyak problem dalam pelaksanaannya.                         

“Jadi PP ini bisa jadi bola liar yang bisa saja akhinya dimaknai sebagai aturan yang melegalkan aborsi,” katanya kepada voa-islam.com pada Kamis (20/08) yang lalu, melalui pesan pendeknya.

Kemudian Ustadz Hadiyanto mengungkapkan bahwa sebuah aturan harusnya melindungi, bukan memberi jalan munculnya pelanggaran baru.

“Saya khawatir (PP ini – red) malah maksiat makin subur”, pungkasnya.

 

Rawan Diselewengkan, PP yang Mengatur Dibolehkannya Aborsi Bisa Dibatalkan

Guru Besar Hukum dari Universitas Parahayang (Unpar) Bandung Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH. MH, mengatakan PP yang mengatur membolehkan aborsi karena pemerkosaan mudah sekali diselewengkan.

“Ya betul ini (pasal bolehnya aborsi untuk korban pemerkosaan – red.) sangat rawan diselewengkan,” katanya kepada voa-islam.com, saat dimintai tanggapannya terkait PP yang membolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan, pada Senin (18/08) yang lalu melalui sambungan telepon.

Menurut Prof. Asep, dalam perbincangan hukum diseluruh dunia, yang membolehkan aborsi itu memang hanyalah tindakan karena alasan medis saja.

“Belum ada yang namanya dibolehkannya aborsi bagi korban pemerkosaan, dan sangat sulit juga membuktikan bahwa perempuan ini hamil karena pemerkosaan atau bukan” ungkapnya.

Sementara itu, Praktisi Hukum dan Dosen Luar Biasa Hukum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundang (Unpas) Bandung Hayatu Hamid, SH. MH, mengatakan jika ada masyarakat - termasuk umat Islam - yang keberatan atau merasa dirugikan dengan adanya PP yang membolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan, bisa melakukan judical review (hak uji materil)ke Mahkamah Agung (MA).

“Karena ini bentuknya PP maka bisa diajukan ke MA, kalau bentuknya Undang-Undang maka ke Mahkamah Konstitusi (MK)” katanya kepada voa-islam.com, pada Senin (18/08) yang lalu via telepon.

“Jika pasal yang membolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan ini dilakukan judical review dan ternyata dinilai bertentangan dengan Undang-Undang lainnya serta merugikan masyarakat, maka PP ini (yang mengatur bolehnya melakukan aborsi bagi korban perkosaan – red.) bisa batal” ujar pria yang saat mahasiswa dikenal sebagai aktivis HMI Cabang Kota Bandung.

Sebagai tambahan informasi, PP yang melegalkan aborsi akibar perkosaan ini, sudah ditolak oleh Ormas seperti NU, Muhammadiyyah, Persis, MUI, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

[syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version