JAKARTA (voa-islam.com) - Media 'begundal' Jokowi seperti tak pernah puas, sekalipun dia sudah dinyatakan menang oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi, masih tetap membuat opini, melakukan intrik dengan berbagai cara terhadap koalisi 'MERAH PUTIH'. Para media 'begundal' itu, mereka sangat paranoid, dan tak bisa yakin akan kemenangan Jokowi.
Apalagi, kemenangan Jokowi-JK hanya 'cekak' 53 persen, itu dibuntuti dengan dugaan adanya kecurangan. Kemenangan Jokowi-JK, tak didukung dengan kekuatan parlemen, karena Jokowi-JK hanya didukung 40 persen di parlemen. Hanya dengan dukungan dari PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PKPI. Nampaknya pemerintahan Jokowi akan mentok.
Dari awal Jokowi sudah bersikap 'adigang-adigung adiguno'. Kalau menang kabinetnya nanti tidak akan pakai orang partai politik. Karena, partai politik itu, gudangnya tokoh-tokoh busuk, dan korup. Sedangkan Jokowi selalu dicitrakan oleh media 'begundal' sebagai tokoh yang jujur.
Jokowi lupa dia diusung oleh PDIP, yang menjadi gudang para koruptor. Mega sendiri sudah menjual banyak asset negara, dan memberikan pengampunan kepada konglomerat hitam (cina), yang ngemplang BLBI Rp 650 triliun.
Jadi, bagaimana Jokowi akan menapikan partai politik, bahwa partai politik itu gudangnya para tokoh busuk, justru termasuk yang mengusung dirinya menjadi calon presiden adalah partai politik, yaitu PDIP. Apakah Jokowi itu bukan orang PDIP?
Maka, kelompok di sekeliling Jokowi menyanyikan lagu, tokoh partai politik 'NO', dan profesional 'YES'. Inilah yang ingin dinyatakan sebagai paradigma baru dari Jokowi. Di mana pikiran seperti Jokowi itu, hanyalah copas dari para pendukungnya orang-orang 'kiri' dan 'merah' dan 'phalang' (Kristen) yang sekarang mengililingi Jokowi, sebagai penumpang 'gelap' yang ingin berperan di PDIP.
Media 'begundal' Jokowi itu, terus berusaha membuat opini dengan 'pecah belah' terhadap kelompok koalisi 'MERAH PUTIH'. Menyebutkan Koalisi 'MERAH PUTIH', tidak akan bertahan lama, dan sebulan akan bubar. Opini itu dibuat dengan mewancacarai para nara sumber yang sama-sama menjadi 'begundal' atau yang sudah menjadi pendukung Jokowi.
Media 'begundal' Jokowi itu, juga menyebutkan bahwa sudah beberapa partai politik yang akan bergabung dengan Jokowi. Di bilang Jokowi dalam dua-tiga hari, mendapatkan dukungan tiga partai baru. Sembari menyebutkan partai-partai yang akan bergabung dengan Jokowi.
Semuanya itu, hanyalah psywar yang dijalankan media 'begundal', yang sengaja mengacaukan posisi koalisi 'MERAH PUTIH', yang sudah mengambil sikap sejak sebelum keputusan MK, bahwa mereka membentuk koalisi permanen, dan berada di luar pemerintahan.
Kalau Jokowi memang percaya diri, tidak perlu bermanuver mendekati dan membangun komunikasi dengan partai-partai koalisi 'MERAH PUTIH'. Jokowi harus berjalan dengan keyakinan politiknya, membentuk kabinet 'Zaken' (kabinet kerja), tanpa orang-orang parpol.
Cukupkan dengan dukungan PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PKPI. Tak usah lagi menarik partai-partai lainnya, bergabung dengan pemerintahannya. Itu lebih jelas.Tidak abu-abu lagi. Koalisi 'MERAH PUTIH' dihadapi dengan 'elegant' dalam politik.
Sekarang, para media 'begundal' Jokowi itu, juga tak percaya diri dengan dukungan politik yang ada, dan berusaha mempengaruhi partai-partai lainnya masuk dalam pemerintahan Jokowi. Ini sangat tidak 'gentle' alias 'ksatria'.
Jokowi harus berani memperjuangkan cita-cita dan visi politiknya dengan segala resiko politik. Tanpa melakukan manuver, dan intrik politik terhadap lawan politiknya dengan cara-cara kotor.
Siapa tahu, Jokowi memang 'leader' yang sangat hebat, hanya dengan dukungan 40 persen di parlemen, bisa mengelola pemerintahan dengan efektif.
Tidak perlu lagi mencari dukungan dari partai politik lainnya. Karena, semua itu pilihan politik. Resiko memenangkan dalam sebuah kontes politik, harus berani menanggung resiko politik.
Begitu pula, Jokowi terhadap SBY, tidak perlu merengek-rengek minta dukungan politik. Jokowi harus yakin sebagai pemenang pilpres dan presiden.
Jokowi harus seperti Mega. Tidak pernah mau bertemu dengan SBY. Sejak SBY menjadi presiden. Karena merasa dikhianati SBY. Tak pernah mau berkoalisi dalam pemerintahan SBY. Diundang acara 17 Agustusan pun, Mega tak mau hadir. Jadi, Jokowi harus meneladani sikap Mega.
Mega, Jokowi dan JK, tidak perlu merengek-rengek kepada SBY, minta menaikkan BBM. Sekalipun, nanti Jokowi akan memimpin pemerintahan yang bangkrut, akibat defisit anggaran, defisit perdagangan, inflasi, dan utang yang menggunung.
Karena, Jokowi-JK sudah tahu kondisi negara ini, selama lebih dalam satu dekade, sejak reformasi. Tunjukan janji Jokowi, bahwa dia bisa menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara.
Media 'begundal' juga tidak perlu melakukan 'pressure' kepada SBY, agar SBY segera menaikan BBM. Omongan JK tidak perlu terus di cover atau disiarkan kepada publik. Karena, JK hanya memikirkan dirinya dan kekuasaan, bukanlah memikirkan nasib rakyat jelata.
Karena, betapa menyakitkannya bagi kehidupan rakyat, akibat dari kenaikan BBM itu. Bukan bagi orang kaya yang memiliki mobil berderet di rumahnya, tapi bagi orang-orang jembel-kere, kenaikan BBM, sesuatu yang sangat menyakitkan mereka. (dimasku)