BANDUNG (voa-islam.com) – Sekelompok Alumni dan Mahasiswa dari Fakultas Hukum UI, beberapa waktu lalu mengajukan judical review (uji materil) terhadap Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan itu sendiri berbunyi.
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu". Mereka menutut aturan itu dihapuskan, dan meminta pernikahan beda agama disahkan oleh negara.
Menurut Ketua Umum Pemuda Persis Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum, konsep pernikahan beda agama yang harus dilegalkan oleh negara hanya berlaku di negara yang sekuler. Sedangkan Indonesia menurutnya adalah negara Pancasila yang mengakui Tuhan dan Agama sebagai dasar negara (sila pertama).
“Jadi, pernikahan yang merupakan domain agama harus didasarkan pada peraturan agama” katanya kepada voa-islam.com, melalui whatsapp, Senin, 8 September 2014.
“(Sehingga) yang mengajukan aturan (nikah beda agama disahkan – red.) bertentangan dengan agama, jelas menentang Pancasila dan tidak berhak.ada di Indonesia” tambah peneliti Insist ini.
Ketika ditanya apakah ide untuk mengapus aturan pernikahan harus sama agamanya, dan meminta pernikahan beda agama disahkan, ada kelompok liberal dibelakangnya, Dr. Tiar menjawab dengan tegas.
“Sudah pasti. Sejak dulu memang yang mengusung isu ini orang-orang liberal dari berbagai agama, termasuk Islam Liberal” pungkas Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persis Garut.
Sementara itu, Ketua Ormas Islam Gerakan Pagar Aqidah (GARDAH) Ustadz Suryana Nurfatwa mengatakan kalau MK akhirnya menghapus aturah nikah harus sama agamanya, dan kementerian agama juga melegalkan pernikahan beda agama maka itu berarti melegalkan perzinahan.
“Artinya murka Allah akan turun di negeri ini, apalagi (jika) kemudian dilegalkan (juga) pernikahan sejenis antara laki-laki dengan laki-laki (gay/homo), dan pernikahan wanita dengan wanita (lesbi), wah itu biadab dan maksiat kepada Allah maka negeri ini akan menjelma menjadi negeri kacu balau” katanya kepada voa-islam.com, melalui pesan pendeknya, Senin, 8 Septmeber 2014.
“Dalam hal nikah tidak boleh mengikuti keinginan manusia, tetapi manusia harus mengikuti aturan Allah” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]