JAKARTA (voa-islam.com) - Besarnya alokasi subsidi BBM di APBN telah menyandera pemerintah dari rezim ke rezim. Namun dengan mekanisme subsidi silang versi Rizal Ramli, persoalan itu bisa diselesaikan.
”Sebetulnya ada langkah sederhana tapi cerdas untuk menyelesaikan ruwetnya subsidi BBM. Caranya, lakukan subsidi silang. ’Paksa’ kalangan menengah atas membayar lebih mahal daripada rakyat kelompok bawah. Maka, bukan saja problem subsidi hilang, pemerintah justru meraih keuntungan dari pos anggaran ini,” ujar ekonom senior Rizal Ramli kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (9/9/2014).
Seperti diketahui, di ujung kekuasaannya Presiden SBY menyantumkan subsidi BBM di RAPBN 2015 sebesar Rp363,5 triliun. Angka inilah yang disebut-sebut membahayakan APBN. Guna menyelamatkan APBN yang bakal jebol, banyak kalangan, mendesak agar subsidi BBM dikurangi.
Sejumlah ekonom yang bernaung di Rumah Transisi Jokowi-JK bahkan mendesak pemerintah segera menaikkan harga BBM sekitar Rp3.000/liter. Jika usulan ini disetujui, akibatnya lebih dari 10 juta rakyat Indonesia yang selama ini statusnya near poor alias hampir miskin, tiba-tiba saja jadi benar-benar miskin. Angka ini muncul jika menggunakan patokan Bank Dunia, bahwa orang miskin adalah yang berbelanja kurang dari US$2/hari. Siapa saja mereka ini?
Data Korlantas tahun 2014 Mabes Polri menyebutkan, saat ini ada sekitar 86,3 juta pengguna sepeda motor. Jumlah ini ditambah dengan 2,2 juta nelayan (Kiara, 2012), dan 3 juta angkutan umum (Organda, 2013). Jumlah kelompok ini total sekitar 91,5 juta. Semuanya mengonsumsi BBM jenis premium dengan harga Rp6.500/liter. Di luar mereka adalah masyarakat menengah ke atas yang berjumlah 10,5 juta orang yang menggunakan mobil pribadi.
BBM rakyat dan BBM Super
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini punya solusi jitu. Sederhana saja, tapi sangat cemerlang. Dia mengusulkan agar BBM yang beredar di pasar di bagi jadi dua jenis. Jenis pertama, BBM rakyat yang beroktan 80-83 (saat ini jenis premium oktannya 88). Sebagai pembanding, di Amerika, oktan general gasolin 86 dan di negara bagian Colorado 83. Jenis kedua, BBM Super dengan oktan 92 untuk jenis Pertamax dan 94 Pertamax Plus.
Nilai oktan berhubungan dengan ”ketukan” (knocking) yang mempengaruhi kinerja mesin. Semakin rendah nilai oktan mesin akan lebih sering mengalami ketukan dan sebaliknya. Perbedaan oktan yang tinggi antara BBM rakyat dan BBM super akan membuat pengendara mobil menengah atas takut menggunakan BBM Rakyat. Mereka tidak ingin mesin mobilnya menggelitik karena akan mempercepat kerusakan mesin dan biaya perbaikannya lebih mahal.
Data BPH Migas tahun 2013, kelompok menengah bawah mengonsumsi sekitar 55%. Dengan kuota BBM tahun 2015 yang 50 juta kilo liter (kl), maka jatah mereka mencapai 27,5 juta kl. Sedangkan sisanya yang 45% atau sekitar 22,5 juta dikonsumsi kalangan menengah atas. BBM Super ini dijual seharga Rp12.500/l
”Guna meringankan beban rakyat, harga BBM Rakyat tidak dinaikkan atau tetap Rp6.500/l. Ini menyangkut nasib sekitar 91,5 juta penduduk miskin yang terdiri atas para pengguna sepeda motor, nelayan, dan pengemudi angkutan umum. Pada 2013 Kementerian ESDM menyatakan harga keekonomian BBM Rp8.400/l. Itu artinya pemerintah harus mensubsidi Rp1.900/l. Tapi dari hasil penjualan BBM Super, pemerintah untung Rp4.100/l,” paparnya.
Dari simulasi ini, lanjut tokoh yang gigih mengusung ekonomi konstitusi ini, pemerintah memang harus mensubsidi BBM Rakyat sebesar 27,5 juta kl x Rp1.900 = Rp52,25 triliun. Namun pada saat yang sama, pemerintah meraih laba dari penjualan BBM Super yang 22,5 juta kl x Rp4.100 = Rp92,25 triliun. Dengan begitu, pemerintah masih mengantongi selisih positif sebesar Rp40 triliun/tahun.
Untung dan adil
Berdasarkan simulasi tersebut, tak pelak lagi solusi yang ditawarkan Rizal Ramli telah menyulap subsidi BBM yang selama ini menjadi momok bagi APBN menjadi keuntungan yang menggiurkan. Bayangkan saja, sebelumnya RAPBN 2015 dibayang-bayangi jebol karena subsidi BBM yang mencapai Rp363,5 triliun. Dengan solusi sederhana tapi cerdas itu, pemerintah justru mengantongi surplus sebesar Rp40 triliun.
Bayangkan saja, sebelumnya RAPBN 2015 dibayang-bayangi jebol karena subsidi BBM yang mencapai Rp363,5 triliun. Dengan solusi sederhana tapi cerdas itu, pemerintah justru mengantongi surplus sebesar Rp40 triliun.
”Solusi ini juga sekaligus menghapus praktik subsidi BBM yang tidak tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati kalangan menengah atas yang tidak berhak. Solusi berupa subsidi silang memungkinkan subsidi BBM jadi betul-betul tepat sasaran, betul-betul untuk rakyat,” ungkap Menteri Keuangan era Gus Dur tersebut.
Rizal Ramli sudah punya langkah untuk memastikan gagasan cemerlang berupa pembagian dua jenis BBM ini bisa diterapkan di lapangan. Termasuk untuk menangkal kelompok menengah atas yang bandel dengan tetap membeli BBM Rakyat.
Caranya, pertama, kedua jenis BBM tersebut warnanya dibedakan dengan mencolok. Misalnya, warna biru untuk BBM Rakyat dan BBM Super berwarna merah. Tangki dan dispenser di SPBU-SPBU, kalau perlu, juga diberi warna biru untuk BBM Rakyat dan merah untuk BBM Super. Perbedaan harga dan spesifikasi produk ini (oktan dan warna BBM) adalah pelaksanaan dari prinsip subsidi silang.
Kedua, lakukan razia secara rutin terhadap kendaraan kelas menengah atas oleh aparat Dishub, Polantas, dan kalau perlu dengan melibatkan LSM. Siapkan juga sanksi berupa denda untuk setiap pelanggaran penggunaan BBM Rakyat. Selain itu, juga ada sanksi sosial berupa dipermalukan di depan umum bagi pengendara kalangan menengah atas yang melanggar. [edy/adivammar/voa-islam.com]