JAKARTA (voa-islam.com) – Sunda Kelapa direbut oleh Fatahillah 22 Juni 1527. Fatahillah, seorang da’i yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, berhasil mengalahkan penjajah Portugis dengan bantuan Kesultanan Demak.
Perjuangannya menghadapi penjajah Portugis, sangat bersejarah bagi umat Islam. Karena Fatahillah membebaskan pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi pusat ekonomi bagi penjajah Portugis, dan dikuasainya kembali. Bagaimanapun Fatahillah menang dan mengalahkan supremasi penjajah Barat, yang memiliki kekuatan militer yang tangguh.
Sunda Kelapa diganti dengan ‘Jayakarta’ yang berarti ‘kemenangan yang sempurna’. Kemenangan penjajah kafir yang menguasai ekonomi dan memperbudak kaum pribumi Muslim di tanah Jayakarta. Bagaimana ini menjadi sebuah kebanggaan, kemampuan Fatahillah sebagai seorang da’i dan panglima perang, dan mampu mengalahkan Portugis.
Fatahillah sesudah kembali ke Tanah Air dari Makah, tahun 1525, pergi ke Jepara, kemudia menikah dengan Ratu Pembayun, adik Sultan Trenggono. Fatahillah atau Fadhillah itu, terus berdakwah menyebarkan Islam di tanah Jawa, khususnya di Jawa Barat. Dia meninggal tahun 1570, dan dimamkan di Cirebon.
Berapa lama sejak Sunda Kelapa dibebaskan oleh Fatahillah tahun 1527 dari tangan penjajah Portugis? Sekarang Sunda Kelapa atau Jayakarta, dan berganti menjadi Jakarta, berubah menjadi kota kosmopolitan. Penduduknya sangat beragam.
Tentu, sekarang yang paling menyedihkan, warisan Fatahillah itu, jatuh kepada cina kristen yang notabene tidak memiliki andil apapun dalam membebaskan Sunda Kelapa.
Tapi, sekarang mereka menjadi pemiliknya, dan menguasai asset ekonomi, dan sumber-sumber kehidupan lainnya. Kaum pribumi yang berkalang tanah berjuang saat membebaskan Sunda Kelapa, perlahan tersingkir dari tanah leluhurnya Sunda Kelapa, dan menjadi kere.
Semua ini bisa terjadi karena kaum pribumi dan Muslim di tanah kelahiran ini, sudah kehilangan ruh saja’ah (keberanian), ghiroh (kecemberuan), dan hidup dengan pragmatis serta terkena penyakit ‘wahn’. Inilah yang membuat orang seperti Ahok bisa berlaku sangat sombong dan arogan di depan kaum pribumi.
Adakah di alam kubur Fatahillah ‘menangis’ melihat Jakarta, sekarang berada di tangan Ahok, yang notabene tidak pernah ikut berjuang membebaskan Sunda Kelapa atau Jakarta dari penjajah Portugis?
Sekarang, Ahok bersikap sangat sombong tak peduli dan berbuat ‘mentang-mentang' terhadap kaum pribumi. Melihat ini, betapa hinanya kaum Muslimin dan pribumi hidup di bawah telapak kaki Ahok. Semoga ini membangun kesadaran kolektif, dan membuat rakyat pribumi bertekad membebaskan Sunda Kelapa dari penjajahan dan perbudakan cina. (jj/may/voa-islam.com)