JAKARTA (voa-islam.com) - Mengapa al-Qur'an menolak pemimpin kafir? Mengapa al-Qur'an memerintahkan memerangi orang-orang kafir musyrik yaitu Yahudi - Nasrani?
Kecuali kafir dzimmi, kafir yang menerima aturan-aturan Islam, membayar jizyah, dan tidak memerangi Muslim.
Media-media sekuler, liberal, dan phalangis (Kristen), terus mencekokan kepada setiap kepala Muslim, tentang doktrin toleransi, pluralisme, equality (kesamaan derajat), dan tidak bersikap rasis. Doktrin inilah yang terus dikampanyekan oleh mereka, tanpa jeda.
Sejatinya, doktrin tentang toleransi, pluralisme, dan equality itu, tidak pernah ada dalam prakteknya. Lihat, bagaimana orang-orang kafir musyrik, sejak dahulu, sampai hari ini, sikap mereka terhadap Muslim? Bukti perang di mana-mana, di Timur Tengah, Afrika, Asia, Balkan, dan wilayah lainnya, yang mereka lakukan terhadap Muslim.
Kemudian, Muslim yang ingin menjalankan kehidupannya secara Islami, dan hidup dibawah aturan Syariah, dikatakan sebagai fundamentalis, ekstrimis, militan, dan tidak toleran. Dogma baru tentang toleransi, pluralisme, dan equality itu, sekarang menjadi 'agama baru', dan dipaksakan kepada Muslim.
Sekarang, mencuat polemik di berbagai media dan media sosial, terkait dengan Ahok, sebagai bakal calon gubernur DKI. Menggantikan Jokowi, yang mungkin akan menjadi presiden. Polemik ini semakin keras, dan intensitasnya semakin tinggi. Muslim di Jakarta menolak Ahok, dan bukan hanya FPI.
Sejumlah media di Jakarta, dan secara terang-terangan mengecam sikap Ormas Islam seperti FPI, yang menolak Ahok, karena statusnya sebagai kafir (Kristen), dan bukan semata dia sebagai minoritas Cina.
Secara empirik, kekafiran seseorang itu, pasti secara inheren (melekat) kebathilan, dan melahirkan berbagai sikap anomali, dan mempunyai dampak sangat negatif dalam kehidupan.
Misalnya, secara karakter seorang yang menyandang status 'kafir' itu, memiliki sikap sombong, arogan, tidak memiliki nurani, cenderung diktator atau sewenang-wenang, dan tidak adil.
Lihat, bagaimana karakter dan gaya kepemimpinan Ahok, selama menjadi wakil gubernur DKI? Gaya bicaranya, tutur katanya, sikapnya terhadap bawahannya, dan kepada orang lain, tidak sedikitpun menunjukan adanya empati.
Seakan Ahok itu 'superior' dan 'raja diraja', yang memiliki kemampuan yang sangat luar biasa. Ahok seakan seorang 'super leader'. Sehingga, tidak peduli dengan pendapat, dan kritikan.
Bagaimana kalau Ahok menjadi gubernur DKI? Mayoritas penduduk DKI adalah Muslim, pasti Muslim di DKI akan bernasib malang?
Sikapnya terhadap orang yang lemah, miskin, para pedagang kali lima, para buruh, dan orang-orang yang hidupnya terlunta, dan tidak memiliki tempat tinggal, hidup dibantaran kali, di kolong jembatan, dia dengan mudah mengantakan : 'usir dan gusur'. Titik.
Apakah DKI Jakarta ini milik moyangya Ahok? Bagaimana Ahok berani sekasar itu? Setiap orang memiliki hak dasar, yang harus dihormati, yaitu hak hidup. Mereka tidak boleh diperlakukan secara semena-mena, dan wajib dilindungi. Sekalipun mereka itu miskin.
Partai Gerindra dan Prabowo yang menjadi sebab Ahok bisa menjadi wakil gubernur, dihinakannya. Bukan hanya Gerindra yang dihinakan, tapi juga Prabowo. Begitu sikap Ahok. Tak tahu diuntung. Karena sikapnya yang sangat sombong, dan tidak tahu diri.
Apa yang terjadi selama Ahok menjadi wakil gubernur DKI, dan kemungkinan akan menggantikan Jokowi? Tentu, yang sangat menyakitkan melarang Muslim berjualan kambing di trotoar, dan menyembelih kambing di sekolah, kantor, bahkan di masjid-masjid. Alasan kotor. Padahal, ini bagian dari syiar Islam.
Sampai-sampai tahun ini, Masjid Istiqlal tidak lagi melakukan penyembelihan hewan qurban. Mungkin takut dengan instruksi Ahok. Tidak ada takbiran, dan aktifitas lainnya, yang bernilai syi'ar Islam.
Sebaliknya saat tahun baru masehi, di Jakarta begitu sangat luar biasa penyambutannya. Berbagai sarana disediakan dalam rangka menyambut tahun baru masehi, 1 Januari.
Kantor-kantor dilingkungan DKI, tak lagi berani memanggil penceramah atau da'i, berceramah di lingkungan Pemda DKI. Bahkan, banyak kepala dinas diganti oleh orang-orang phalang (Kristen).
Sekarang terus digembar-gemborkan tentang orang atau pejabat Islam, tidak becus bekerja, korup, dan malas. Maka, penggusuran penjabat-pejabat DKI, yang Muslim berlangsung, digantikan pejabat yang phalang (Kristen). Inilah yang terjadi di DKI.
Bandingkan dengan apa yang terjadi di Israel. Sebuah negara yang lahir sejak tahun 1948. Zionis-Israel merampas tanah-tanah rakyat Palestina, dan menggantinya menjadi pemukiman Yahudi. Rakyat diusir, di paksa pergi, dan sumber kehidupan mereka hancurkan.
Bahkan, Zionis-Israel, tak henti-henti membunuhi Muslim Palestina. Berulangkali Zionis menyerbu Gaza. Korban manusia dan materi tidak sedikit.
Zionis-Israel adalah sebuah negara yang sangat 'rasis', dan tidak ada yang disebut dengan toleransi, dan tidak pernah menghargai etnis lain. Etnis lain diluar Yahudi, dianggap sebagai 'kotoran' yang harus dibuang dan dimusnahkan.
Orang-orang pribumi di DKI ini, nasibnya persis seperti yang sekarang dialami orang-orang Palestina. Adakah ini nanti akan dihadapi orang-orang Betawi di Jakarta? Sangat mungkin. Sekarang pun sudah berlangsung. Orang-orang pribumi dan Betawi sudah mulai punah dari Jakarta, dan hanya tinggal 20 persen.
Di mmulai dari Jakarta bagian utara, lahir-lahir 'enclave' (kantong) Pencinan, mulai dari Kelapa Gading, Pandai Indah Kapuk, sampai BSD (Bumi Serpong Damai), Alam Sutera, dan lainnya, perlahan-lahan mengusir kaum pribumi.
Sampai nantinya empat wilayah DKI Jakarta, pribumi dan Betawi tinggal minoritas. Mereka seperti membentuk 'ghetto' yang eksklusif, tak mau bergaul dengan kaum pribumi. Kecuali hanya dengan para pejabat.
Dengan menyebut orang-orang Palestina sebagai 'teroris', maka kemudian dengan mudah Zionis-Israel menodongkan senjata mereka kepada Muslim Palestina, dan kemudian mereka pergi atau dipenjara.
Lebih tragis. Sekarang Muslim tidak boleh lagi melaksanakan shalat di Masjid al-Aqsha, di Jerusalem. Bahkan, selama hari libur Yahudi yang disebut Sukkot, yang berakhir Rabu malam, ratusan orang Yahudi sayap kanan membanjiri Masjidil Aqsha, dan kemudian terjadi berbagai bentrokan dengan jamaah Muslim Palestina.
Menurut Kementerian Penerangan Palestina mulai enam bulan lalu, sejak larangan terhadap 300 pemuda Palestina, saat mereka shalat di Masjid al-Aqsha dengan polisi Israel, kemudian yang diizinkan hanya para pemukim Yahudi untuk masuk Masjid al-Aqsha.
Orang-orang Yahudi mengklaim Masjid al-Aqsha adalah Kuil Sulaiman, dan menjadi milik Yahudi. Nasib al-Aqsha seperti telur diujung tanduk. Mungkin, kalau Muslim tidak ada lagi rasa kepemilikannya, suatu saat al-Aqsha akan berubah menjadi Kuil Sulaiman.
Di Tepi Barat, sudah banyak masjid yang digusur dan dihancurkan oleh rezim Zionis. Di Jakarta, Masjid Amir Hamzah, yang terletak di Taman Ismail Marzuki, juga dihancurkan Ahok.
Begitulah nasib Muslim yang hidup dibawah penguasa kafir. Mereka diperbudak. Tidak boleh melaksanakan keyakinan syariahnya. Sama nasib Muslim di Cina. Mereka dilarang shalat, puasa, dan melaksanakan aktifitas ibadah lainnya.
Suatu saat, ini bisa terjadi atas kota Jakarta, berubah menjadi tempat tempat tinggal bagi orang kafir. Kemudian, mereka akan menghancurkan kehidupan Muslim dengan berbagai cara. Sama persis yang dialami Melayu di Singapura. Sekarang menjadi minoritas. Padahal, Singapura itu, dahulunya, kesultanan Islam.
Di DKI Jakarta berbagai bentuk kemunkaran, kemaksiatan, dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya, tumbuh. Seperti pusat-pusat hiburan di Jalan Hayam Muruk, Gajah Mada, dan daerah-daerah kota, sudah penuh dengan kemaksiatan, dan peredaran narkoba. Ini menjadi sarana penghancuran bagi Muslim dan kaum pribumi.
Mereka bertujuan menguasai sumber ekonomi, dilanjutkan dengan menguasai kedaulatan politik, dan kemudian memperbudak Muslim. Persis yang dilakukan olen Zionis-Israel terhadap Muslim Palestina.
Dengan menguasai sumber ekonomi itu, kemudian mereka bisa bertindak apa saja. Seperti yang sekarang terjadi di Tanah Abang. Di mana kaum pedagang pribumi tergusur, dan digantikan pengusaha Cina. [dimas]