JAKARTA (voa-islam.com) - Ketika itu, Perdana Menteri Djuanda menyusun surat yang kemudian ditandangani Sukarno. Surat itu dikenal UU No. 44/tahun 1960. Isi dari UU itu amat luar biasa dan memukul MNC (Multi National Corporation).
"Seluruh Minyak dan Gas Alam dilakukan negara atau perusahaan negara".
Inilah yang menjadi pangkal kebencian kaum pemodal asing pada Sukarno. Sukarno menjadi sasaran pembunuhan dan orang yang paling diincar untuk dibunuh nomor satu di Asia.
Tapi Sukarno tak gentar, di sebuah pertemuan dengan para jenderal Sukarno berkata, "Buat apa memerdekakan bangsaku, bila bangsaku hanya tetap jadi budak bagi asing, jangan dengarken asing, jangan mau dicekoki Keynes, Indonesia untuk bangsa Indonesia".
Ketika datang laporan intelijen bahwa Sukarno tidak disukai akibat keputusan UU No. 44 tahun 1960 itu, Sukarno malah memerintahkan ajudannya untuk membawa paksa seluruh direktur perusahaan asing ke Istana. Mereka takut oleh ancaman Sukarno. Dan diam ketakutan :
Pada hari Senin, 14 Januari 1963 pemimpin tiga perusahaan besar datang lagi ke Istana, mereka dari perusahaan Stanvac, Caltex dan Shell. Mereka meminta Sukarno membatalkan UU No.40 tahun 1960. UU lama sebelum tahun 1960 disebut sebagai "Let Alone Agreement" yang memustahilkan Indonesia menasionalisasi perusahaan asing, ditangan Sukarno perjanjian itu diubah agar ada celah bila asing macam-macam dan tidak memberikan kemakmuran pada bangsa Indonesia atas investasinya di Indonesia maka perusahaannya dinasionalisasikan.
Para boss perusahaan minyak itu meminta Sukarno untuk mengubah keputusannya, tapi inilah jawaban Sukarno "Undang-Undang itu aku buat untuk membekukan UU lama di mana UU lama merupakan sebuah fait accomply atas keputusan energi yang tidak bisa menasionalisasikan perusahaan asing.
UU 1960 itu kubuat agar mereka tau, bahwa mereka bekerja di negeri ini harus membagi hasil yang adil kepada bangsaku, bangsa Indonesia" mereka masih ngeyel juga, tapi bukan Bung Karno namanya, ketika didesak bule dia malah meradang, sambil memukul meja dan mengetuk-ngetukkan tongkat komando-nya, lalu mengarahkan telunjuk kepada bule-bule itu, Sukarno berkata dengan suara keras, "Aku kasih waktu pada kalian beberapa hari untuk berpikir, kalau tidak mau aku berikan konsesi ini pada pihak lain negara..!"
Waktu itu ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan Permina (sekarang Pertamina) menjadi perusahaan terbesar minyak di dunia, Sukarno butuh investasi yang besar untuk mengembangkan Permina.
Caltex disuruh menyerahkan 53% hasil minyaknya ke Permina untuk disuling, Caltex diperintahkan memberikan fasilitas pemasaran dan distribusi kepada pemerintah, dan menyerahkan modal dalam bentuk dollar untuk menyuplai kebutuhan investasi jangka panjang pada Permina.
Bung Karno tidak berhenti begitu saja, ia juga menggempur Belanda di Irian Barat dan mempermainkan Amerika Serikat, Sukarno tau apabila Irian Barat lepas maka Biak akan dijadikan pangkalan militer terbesar di Asia Pasifik, dan ini mengancam kedaulatan bangsa Indonesia yang baru tumbuh.
Kemenangan atas Irian Barat merupakan kemenangan atas kedaulatan modal terbesar Indonesia, di barat Indonesia punya lumbung minyak yang berada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan sementara di Irian Barat ada gas dan emas. Indonesia bersiap menjadi negara paling kuat di Asia.
Hitung-hitungan Sukarno di tahun 1975 akan terjadi booming minyak dunia, di tahun itulah Indonesia akan menjadi negara yang paling maju di Asia , maka obesesi terbesar Sukarno adalah membangun Permina sebagai perusahaan konglomerasi yang mengatalisator perusahaan-perusahaan negara lainnya di dalam struktur modal nasional.
Modal Nasional inilah yang bisa dijadikan alat untuk mengakuisisi ekonomi dunia, di kalangan penggede saat itu struktur modal itu diberi kode namanya sebagai 'Dana Revolusi Sukarno".
Kelak empat puluh tahun kemudian banyak negara-negara kaya seperti Dubai, Arab Saudi, Cina dan Singapura menggunakan struktur modal nasional dan membentuk apa yang dinamakan Sovereign Wealth Fund (SWF) sebuah struktur modal nasional yang digunakan untuk mengakuisisi banyak perusahaan di negara asing, salah satunya apa yang dilakukan Temasek dengan menguasai saham Indosat.
Kelabakan dengan keberhasilan Sukarno menguasai Irian Barat, Inggris memprovokasi Sukarno untuk main di Asia Tenggara dan memancing Sukarno agar ia dituduh sebagai negara agresor dengan mengakuisisi Kalimantan.
Mainan lama ini kemudian juga dilakukan dengan memancing Saddam Hussein untuk mengakuisisi Kuwait sehingga melegitimasi penyerbuan pasukan Internasional ke Baghdad. Sukarno panas dengan tingkah laku Malaysia, negara kecil yang tak tau malu untuk dijadikan alat kolonialisme, namun Sukarno juga terpancing karena bagaimanapun armada tempur Indonesia yang diborong lewat agenda perang Irian Barat menganggur. Sukarno ingin mengetest Malaysia.
Tapi sial bagi Sukarno, ia justru digebuk Jenderalnya sendiri. Sukarno akhirnya masuk perangkap Gestapu 1965, ia disiksa dan kemudian mati mengenaskan, Sukarno adalah seorang pemimpi, yang ingin menjadikan bangsanya kaya raya itu dibunuh oleh konspirasi. Dan sepeninggal Sukarno bangsa ini sepenuhnya diambil alih oleh modal asing, tak ada lagi kedaulatannya dan tak ada lagi kehormatannya.
Sekarang sudah tidak ada lagi semangat melawan 'asing dan a seng', dan yang ada hanya menjadi pelayan dan pengekor mereka. Indonesia dengan 250 juta penduduknya, tak ada lagi pemimpinnya yang memiliki semangat yang ingin melindungi kepentingan bangsanya. [jj/dbs/voa-islam.com]