View Full Version
Senin, 20 Oct 2014

Berantas Buta Aksara, Syabab Hidayatullah - Posdai Gelar TOT Grand MBA

DEPOK (voa-islam.com) - Pimpinan Pusat (PP) Syabab Hidayatullah bekerjasama dengan Persaudaraan Dai Nusantara atau Posdai, menggelar acara Training of Trainer Gerakan Nasional Dakwah Mengajar dan Belajar Al Qur'an (TOT Grand MBA) digelar selama 3 hari berlangsung di Gedung Pusdiklat Hidayatullah, Kota Depok, Jawa Barat, ditutup Ahad (19/10)/2014) malam.

Training intensif yang dihadiri puluhan peserta dari unsur pengurus wilayah Syabab Hidayatullah, mahasiswa, dan praktisi serta relawan pengajar Al Qur'an ini diisi oleh instruktur nasional Grand MBA, Agung Tranajaya, Lc, M.Si dan Ketua Posdai Indonesia, Achmad Suhail.

Ketua panitia pelaksana, Hendra G. Zakky, mengatakan kegiatan TOT Nasional Grand MBA ini sebagai upaya menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an ke berbagai tingkatan dan wilayah dalam rangka mendukung pemerintah dalam pemberantasan buta aksara (PBA) yang di dalamnya mencakup buta tulis Al Qur'an.

Pelatihan Grand MBA ini kata dia akan digulirkan ke daerah lain di Indonesia yang diselenggarakan oleh pengurus Syabab Hidayatullah di wilayah atau daerah bekerjasama dengan Majelis Taklim Hidayatullah (MTH) dan Posdai Indonesia. Peserta baru bisa mengikuti TOT Grand MBA Nasional setelah mendapat rekomendasi dari wilayah.

"Syabab Hidayatulah ingin terlibat aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan program Grand MBA ini. Kami membidik kalangan muda karena diharapkan etos kerja mereka tinggi," kata Hendra Zakky di Depok, Jawa Barat, Senin (20/10/2014).

Zakky mengungkapkan, digelarnya TOT Grand MBA ini berangkat dari keprihatinan masih tingginya tingkat buta buta aksara baca tulis Al Qur'an. Dia mengutip, di kota Depok saja pada tahun 2006 tercatat angka  buta  aksara latin mencapai angka 13.000 jiwa, dan buta aksara Al-Qur’an lebih banyak yaitu mencapai angka 20.000 jiwa.

"Boleh jadi data tersebut belum mengalami tren peningkatan signifkan dalam kemampuan baca Al Qur'an. Dan tidak menutup kemungkinan kondisi serupa terjadi juga di daerah-daerah lainnya," kata Zakky.

Lebih jauh Zakky menerangkan bahwa Grand MBA merupakan gerakan nasional mendukung pemerintah dalam melakukan pemberantasan buta huruf aksara.

Sebagaimana diketahui, Undang-undang Dasar 1945 alinea Keempat menegaskan bahwa pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesai berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan dalam pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Dalam semangat pemberantasan buta huruf aksara, jelas Zakky, maka adalah hak warga negara untuk mendapatkan hak pendidikan Al Qur'an. Dengan pemahaman dan praktik yang baik dari nilai pengajaran Al Qur'an, diharapkan mengembangkan potensi kehidupan manusia maupun akhlak al-karimah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan tujuan pembentukan manusia seutuhnya dalam rangka memajukan peradaban.

Hal itu, sambung Zakky, bersenyawa dengan semangat pendidikan nasional dalam upaya membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa sebagaimana tertuang dalam  undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Bab II pasal 3.

Meskipun program pemberantasan buta aksara telah dicanangkan secara nasional sejak tahun 2003 dan dilakukan program percepatan pada tahun 2005 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun program percepatan pemberantasan buta aksara yang ditargetkan tuntas pada tahun 2009 ini nampaknya relatif masih nihil.

"Untuk itu, kami di Syabab Hidayatullah akan menjadikan ini sebagai program nasional. Selain melayani permintaan masyarakat luas, pemantapan kemampuan baca tulis Al Qur'an ini setidaknya akan diwajibkan untuk anggota dan pengurus," pungkas Zakky yang juga Ketua Departemen Dakwah PP Syabab Hidayatullah ini.

Gerakan Nasional Dakwah Membaca dan Belajar Al Qur’an (Grand MBA) adalah merupakan program nasional Hidayatullah sebagai metode pilihan pembelajaran Al Qur’an secara tuntas dan sistematis.

==========================

Idealnya Pemuda Islam Bisa Mengaji Qur'an dan Mengajarkan


Seorang pemuda Islam idealnya mampu membaca Al Qur'an dengan baik sesuai dengan kaidah tahsin dan tajwid serta mengajarkannya kepada orang lain. Namun, faktnya, yang terjadi adalah kondisi sebaliknya. Jangankan pemuda, realitas umat hari ini masih banyak yang buta Al Qur'an.

Demikian ditegaskan Instruktur nasional Grand MBA, Agung Tranajaya, Lc, M.Si, dalam acara Training of Trainer (TOT) Grand MBA - Syabab Hidayatullah di Pusdiklat Hidayatullah Kota Depok, Jawa Barat, Ahad (19/10/2014).

Gerakan Nasional Dakwah Membaca dan Belajar Al Qur’an atau disingkat Grand MBA) adalah merupakan program nasional Hidayatullah sebagai metode pilihan pembelajaran Al Qur’an secara tuntas dan sistematis.

Tranajaya mengungkapkan realitas umat hari ini masih jauh dari nilai-nilai Al Qur'an, bahkan untuk mempelajarinya saja enggan. Salah satu pemicunya karena diantaranya menganggap belajar Al Qur'an itu susah dan hanya diampu oleh mereka yang berbakat.

"Bisa membaca Qur'an dengan baik dan benar bukan soal bakat atau tidak berbakat. Semua kita bisa baca Qur'an asalkan ada kemauan. Jadi intinya, mau atau tidak, itu saja," kata Agung Tranajaya.

Agung menilai, banyak orang yang tidak percaya diri (pede) menjadi guru ngaji Al Qur'an. Padahal pekerjaan sebagai guru ngaji merupakan dakwah yang sangat mulia dan disukai oleh Allah Ta'ala sebagaimana dikutip dari hadits Nabi diriwayatkan Imam Al-Bukhari.

Pandangan negatif terhadap pekerjaan sebagai guru ngaji dipicu juga oleh pengaruh materialisme yang disebarkan melalui berbagai perangkat media. Tidak sedikit orangtua yang lebih mendahulukan mengikutkan anaknya kursus menari, musik, dan les bahasa. Sementara kemampuan baca tulis Al Qur'an berada di prioritas ke sekian.

"Secara tidak sadar remaja dan anak-anak muda kita dijauhkan dari Qur'an dengan hadirnya berbagai macam pemuas kesenangan lahiriyah," imbuh Agung yang membina puluhan majelis taklim Grand MBA di Jabodetabek ini.

Sekjen PP Hidayatullah Ir Abu A'la Abdullah dalam pengarahannya saat penutupan, mengingatkan bahwa sesungguhnya tidak ada pekerjaan yang lebih patut disibuki oleh orang beriman selain belajar Al Qur'an dan mengajarkannya.

Dia menegaskan hendaknya dalam setiap rutinitas keseharian kita baik seorang santri, mahasiswa, pebisnis, pemimpin, dan sebagainya, ada waktu untuk mempelajari Qur'an dan mengajarkannya. Abdullah pun menyayangkan adanya pertentangan di masyarakat soal apakah guru ngaji boleh menerima imbalan atau tidak.

"Saya justru heran dengan orang seperti ini. Apakah guru ngaji boleh menerima imbalan atau tidak. Seharusnya bukan itu yang dipersoalkan. Wong banyak orang yang di luar sana bicara sembarangan dapat duit kok, ini masa' guru ngaji gak boleh dikasih imbalan," ujarnya.

Namun dia mewanti-wanti tidak boleh meniatkan pekerjaan mengajar ngaji karena uang, maka itu tidak boleh pasang tarif.

"Dalam belajar Al-Qur'an ini tidak usah terburu-buru. Istiqomah saja, jangan tergesa-gesa. Insya Allah akan ada hasilnya. Targenya adalah Qur'anisasi yang itu artinya kita harus selalu mendakwahkan Islam. Bergerak secara kuantitas dan bergerak secara kualitas," imbuh beliau.

Abu A'la mengatakan Grand MBA adalah gerakan ideologis yang digagas oleh Hidayatullah dengan spirit Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW). SNW adalah ruh dalam rangka mengajarkan Al Qur'an. Untuk itu dia berharap angkatan pertama TOT Grand MBA ini dapat terus bergulir. Menjadi pembelajar dan pengajar Al Qur'an adalah sebuah kebanggan.

"Pemuda harus mempelopori gerakan belajar dan mengajar Al Qur'an. Ini adalah sebuah kebanggan. Jangan minder, harus selalu percaya diri," pungkasnya.  


latestnews

View Full Version