JAKARTA (voa-islam.com) - Ketua Harian DPP Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan membandingkan kondisi kebebasan berpendapat di Indonesia antara pemerintahan Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kalau dulu, Pak SBY, selama 10 tahun, sudah di-bully, gambarnya dibakar, keluarga dihujat, tetapi bisa menerimanya dengan lapang dada," ujar Sjarifuddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2014).
Sementara itu, pada awal-awal pemerintahan Jokowi, menurut Sjarifuddin, kebebasan berpendapat tidak seperti zaman SBY. Kasus pemuda berinisial MA (23) yang ditanggap polisi, kata Sjarifuddin, menjadi contohnya.
Sjarifuddin atau Syarief menegaskan bahwa apa yang diungkap publik melalui beragam medium, baik unjuk rasa maupun melalui media sosial, adalah bentuk aspirasi. Pemimpin, kata dia, mesti menerima dengan lapang dada.
"Kalau Pak SBY, ada yang melapor ke polisi, ya enggak ada penangkapan. Enak zamanku toh? Lebih kurang begitulah," ujar Syarief sambil tertawa.
MA, pemuda asal Ciracas, Jakarta Timur, ditangkap Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kamis (23/10/2014). MA diduga menyunting gambar wajah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi ke dalam sebuah gambar porno.
"Dia (MA) dijerat pasal pornografi dilapis pasal pencemaran nama baik," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Kamil Razak dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
MA dijerat pasal pornografi serta Pasal 310 dan 311 Undang-Undang KUHP tentang Pencemaran Nama Baik. Barang bukti yang digunakan polisi adalah akun Facebook. Adapun MA terancam hukuman 12 tahun penjara.
Hina Jokowi di Facebook, Tukang Sate Ditangkap
Bareskrim Mabes Polri menangkap Muhammad Arsyad (24), pelaku penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo melalui media sosial facebook. Warga Ciracas, Jakarta Timur itu memasang foto Jokowi dengan Ketua Umum PDI P, Megawati Soekarnoputri hasil edtian yang bernuansa seksual.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Pol Boy Rafli Amar membenarkan adanya penangkapan terhadap pelaku yang diduga melakukan penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
“Ada, terkait ITE (informasi dan transaksi elektronik) serta pornografi,” ujar Boy, saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/10) ketika dikonfirmasi mengenai pemberitaan di berbagai media.
Kuasa hukum MA, Irfan Fahmi, mengatakan tindakan MA memajang foto Jokowi dan Megawati disertai rupa dan kata-kata bernuansa SARA karena terpancing memanasnya suhu politik saat pemilihan presiden Juli lalu.
Kala itu ia memang memuat beberapa gambar yang didapatnya dari Internet tentang rupa dan kata-kata bermuatan SARA terhadap Jokowi.
“Dia hanya ikut-ikutan saja, terjebak situasi politik saat itu,” ujar Irfan.
Menurut Irfan, kliennya melakukan hal itu karena tak paham bahwa perbuatannya berujung penahanan. Apalagi, sehari-harinya, MA hanya bekerja sebagai tukang tusuk sate di sekitar rumahnya. “Konten-konten yang diunggahnya ke Facebook juga sudah dihapus karena takut,” katanya.
MA ditangkap pada Kamis pagi (23/10). Empat laki-laki berpakaian sipil mendatangi rumah pria yang sehari mejadi pembantu penjual sate itu. Mereka menanyakan beberapa hal, kemudian langsung menciduk MA dan dibawa ke Mabes Polri. ”
Setelah pemeriksaan selama 24 jam, MA ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat siang keesokan harinya,” tutur Irfan.
MA dijerat beberapa pasal berlapis, yaitu pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE dan UU Pornografi. Ancaman hukuman untuk MA mencapai 10 tahun penjara.
Sudah seperti Orde Baru (ORBA) saja. Katanya merakyat? [global/Fabian/tribun]