BANDA ACEH (voa-islam.com) - Sejumlah massa yang tergabung dalam Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA), Rabu (29/10) menggelar aksi di halaman Gedung DPRA.
Massa mendesak Pemerintah Jokowi-JK menuntaskan turunan UUPA yang belum selesai pada masa Presiden SBY. Mahasiswa memberi waktu sampai 1 Februari 2015.
Massa yang bergerak dari Lapangan Tugu Darussalam memakai ikat kepala dan lengan dengan kain hitam sebagai simbol berduka karena turunan UUPA belum terealisasi. Massa yang dikawal ketat oleh polisi dan Satpol PP turut membentang spanduk yang tertulis, “UUPA Harga Mati, s/d 1 Februari 2015.”
“Ketika tak merealisasikan turunan UUPA, kami menilai Pemerintah Pusat munafik. Banyak harapan dan keistimewaan yang didapat Aceh, tapi belum semuanya dipenuhi oleh Pusat,” kata Koordinator Aksi, Delky Nofrizal dalam orasinya.
Disebutkan, turunan UUPA yang belum selesai seperti PP Pengelolaan Migas, PP Kewenangan Aceh yang bersifat nasional, dan Peraturan Presiden (Perpres) Pertanahan.
Sementara Ketua FPMPA, Mufied Alkamal mengatakan, selama ini Aceh hanya bergantung dari dana otsus). Sementara pendapatan dari daerah tidak bisa menompang kehidupan dan perekonomian rakyat.
“Kalau kita terus menerus berharap pada Otsus, setelah 2028 Aceh akan kolaps. Padahal, dengan pembagian dana migas 70:30, kita akan sejahtera,” katanya.
Massa memberi batas waktu kepada Pusat untuk menuntaskan tiga poin turunan UUPA hingga 1 Februari 2015. Jika tidak, sambungnya, FPMPA akan melakukan konsolidasi dan mengajak seluruh elemen di Aceh, khususnya mahasiswa dan pemuda untuk meminta referendum.
“Kita juga meminta pertanggungjawaban anggota DPR dan DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam Forum Bersama (Forbes),” teriaknya.
Sementara anggota DPRA, Muhammad Amru mengapresiasi tuntutan massa FPMPA. Menurutnya, DPRA juga terus berjuang agar turunan UUPA terealisasi dan dapat menyejahterakan rakyat.
“Mari sama-sama kita berjuang dengan cara-cara legal dan tidak bertentangan dengan hukum,” kata politisi Partai Aceh itu saat menjumpai massa di teras gedung dewan.
Namun, lanjutnya, saat ini anggota DPRA belum bisa memperjuangkan tuntutan pendemo, karena belum dibentuk alat kelengkapan dewan. Tapi, ia berjanji akan terus memperjuangkan harapan masyarakat setelah alat kelengkapan dewan terbentuk nanti.
Belum lama ini, DPRA menuntaskan 'qonun' yang berkaitan dengan hukum jinayah (hudud) yang diberlakukan di Aceh. Satu-satuya wilayah di Indonesia yang memiliki aturan hukum Islam. Ini memang sejarah Aceh yang sangat menginginkan tegaknya syariah, sejak zaman Belanda, sampai merdeka. (jj/dbs/voa-islam.com)