View Full Version
Kamis, 27 Nov 2014

Sidang Kasus 'OB' JIS Sudah Ke-17, Ada Apa Dengan Tudingan KPAI?

Jakarta (voa-islam.com) - Ada apa dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)? Mengapa lembaga pemerintah yang bertugas memberi advokasi kepada anak-anak ini begitu ngotot ingin  menyeret para pekerja kebersihan di Jakarta International School (JIS) sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap MAK, mantan siswa TK di JIS?  

Kemarin, Rabu (26/11/2014) usai sidang ke-17 kasus dugaan kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sekretaris KPAI Erlinda dengan berang berujar kepada wartawan, “Jika para pekerja kebersihan ini dibebaskan, kami akan membawa kasus ini ke mahkamah internasional. Banyak oknum penegak hukum kita yang sudah bisa dibeli.”

Erlinda mengatakan kalau lima terdakwa layak dihukum berat. Dia menyebut JIS bukan tempat yang ramah untuk anak.

"JIS itu sarang paedofil, ini saya ngomong karena data dari CIA. Ini rencana kita mau kasih ke Kemenkinfo," katanya.

Sejak kasus dugaan kekerasan seksual di JIS ini mencuat April lalu, Erlinda memang sangat membela ibu korban yaitu Pipit Kroonen. Bahkan, kendati pengadilan belum memutuskan para pekerja kebersihan dinyatakan bersalah, KPAI secara luar biasa memberikan penghargaan kepada Pipit Kroonen atas laporannya soal dugaan sodomi ke anaknya itu.

Namun, setelah sidang berjalan 17 kali, laporan tentang adanya sodomi terhadap MAK justru semakin kabur. Berdasarkan keterangan para saksi dan fakta-fakta medis yang terungkap di persidangan, kasus ini diduga merupakan sebuah rekayasa. Apalagi bersamaan dengan kasus pidana ini, Pipit Kroonen juga menggugat JIS senilai Rp 1,5 triliun. Nilai gugatan Pipit tersebut ditaksir cukup untuk membeli seluruh tanah di lokasi sekolah JIS berada.

Empat lembaga kesehatan ternama yaitu SOS Medika, RSCM, RSPI dan RS Bhayangkara Polri yang telah memberikan kesaksian di persidangan pekerja kebersihan JIS, secara tegas menyatakan bahwa sodomi tidak pernah ada. Hasil visum dan uji laboratorium terhadap MAK memastikan bahwa kondisi anusnya normal.

Dalam persidangan Rabu kemarin pun, dr Ferryal Basbeth, ahli forensik dari Universitas YARSI,  menyatakan hal yang sama. Lantas, ada apa dengan KPAI yang membela habis-habisan Ibu Pipit Kroonen, menafikan bukti-bukti serta kesaksian para ahli bahwa sang anak, MAK, baik-baik saja, tidak pernah mendapat perlakuan pelecehan seksual tersebut?

Mungkinkah KPAI, setelah mendapat penilaian kurang memuaskan dari DPR, kini ia sedang mencari pamor atau dukungan dari masyarakat? Dugaan apa pun bisa saja ditujukan kepada komisi yang dibentuk tahun 2004. Yang jelas, KPAI telah salah kaprah dalam memberikan dukungannya.

Seperti diketahui, Kinerja KPAI  yang cenderung tampil di kasus-kasus kontroversial tak lepas dari pengamatan DPR.

“Kenapa KPAI membuat program perlindungan anak yang diimplementasikan hanya di sembilan dari 34 provinsi yang ada. Karena tentunya seluruh anak Indonesia harus mendapat perlindungan yang sama dari KPAI. Ini harus diseriusi,” ungkap anggota Komisi VIII Abdul Fikri Faqih dalamRapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII dengan KPAI, Senin (24/11).

Akibat buruknya kinerja KPAI ini, anggaran KPAI di tahun 2014 yang semula sebesar Rp 10 miliar oleh DPR dipangkas menjadi Rp 7,6 miliar. (may/voa-islam.com/foto: www.beritaempat.com)


latestnews

View Full Version