JAKARTA (voa-islam.com) - Sampai Senin pagi ini (1/12), hastag atau tanda pagar #BukanUrusanSaya masih menjadi trending topicdi Twitter, walau turun ke urutan kedua. Padahal, sejak Sabtu lalu sampai Ahad kemarin, #BukanUrusanSaya menduduki tempat teratas.
Hastag #BukanUrusanSaya dibuat oleh orang-orang yang kesal dengan respons Jokowi ketika ditanya tanggapannya atas kematian seorang warga sewaktu demonstrasi menetang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di depan kampus Universitas Muslimin Indonesia, Makassar. Jokowi waktu di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/11) menjawab, “Itu urusan polisi.”
Jawaban Jokowi yang seperti itulah yang menuai kritik dan kecaman dari netizen. Lalu muncullah hastag itu. Kebanyakan nitizen mengutip atau menyertakan berita-berita tentang Jokowi atau isu hangat yang sedang mengemuka. Kemudian mereka menyertakan hastag #BukanUrusanSaya.
Misalnya akun @nitasidik yang mengatakan: “Teguran ini supaya Sang Presiden sadar bahwa sekecil apapun yg terjadi diNegara ini tdk bs diselesaikan dgn ucapan #BukanUrusanSaya.”
Ada juga akun @totti_mom, yang menuliskan; “Pfft…dulu janjinya muluk2 sekarang #BukanUrusanSaya => Jaksa Agung: Kasus HAM Belum Jadi Fokus Jokowi.”
Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia yang pernah menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Profesor Yusril Ihza Mahendra, lewat akun Twitter-nya menyarankan agar pemerintah mengangkat juru bicara, supaya komunikasi publik pemerintah berjalan lancar. Juru bicara itu, kata Yusril, bisa Menteri Sekretaris Negara, bisa Menteri Komunikasi dan Informatika, agar penjelasan pemerintah satu dan tidak simpang siur.
“Setiap selesai sidang kabinet, paripurna, dan sidang maupun terbatas, atau setiap presiden selesai terima tamu penting, harus ada penjelasan ke publik. Ucapan presiden itu adalah ‘sabdo pandito ratu’, ucapan seseorang yang bijaksana, mumpuni, dan dihormati,” ungkap Yusril.
Karena itu, tambah Yusril, presiden harus konsisten dengan ucapannya. “Jangan mencla-mencle. Hari ini ngomong lain, besok lain lagi. Kalau itu terjadi, lama-kelamaan kewibawaan presiden akan terkikis dan akhirnya pupus,” ujar Yusril.
Sikap dan kebijakan presiden yang sudah diucapkan atau diputuskan, lanjutnya, bisa saja berubah karena situasi berubah. “Tidak masalah ada perubahan, asalkan perubahan sikap dan keputusan itu dijelaskan sebab-musababnya. Rakyat akan maklum setelah dijelaskan. Yang menjelaskan itu bisa prediden langsung atau Mensesneg atau Menkominfo agar tdk simpang siur. Sehabis sidang kabinet, jika perlu, pemerintah membayar waktu siaran TV swasta, kira-kira setengah jam untuk menjelaskan isi rapat kabinet. Ini maksudnya agar rakyat tahu apa yang dikerjakan dan direncanakan pemerintah dan dalam rangka menjamin keakuratan informasi,” kata Yusril lagi.
Dalam memberi penjelasan, tambah Yusril, pemerintah harus bersikap lugas, jangan menyembunyikan sesuatu, apalagi menutup-nutupi kesalahan dengan bahasa tidak jelas. “Pemerintah yang jujur dan konsisten dalam ucapan dan perbuatan akan dicintai rakyat dan bertahan lama,” tutur Yusril. [Pur/pribumivoa-islam.com]