View Full Version
Jum'at, 05 Dec 2014

Neo-Lib dan Open Policy Jokowi Kepada Asing dan A Seng

JAKARTA (voa-islam.com) - Sejak menghadiri pertemuan APEC di Beijing, dan ratusan CEO perusahaan raksasa global, berduyun-duyun mau melakukan investasi di Indonesia. Ini bersamaan dengan kebijakan 'open policy' Jokowi terhadap asing dan a seng.

Sekarang Jokowi fokus ingin membangun infrastruktur yang akan menyambungkan seluruh wilayah Indonesia, seperti jalan, pelabuan, bandara, dan berbagai infrastruktur lainnya. Dengan dibangunnya infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, tidak otomatis akan membawa kesejahteraan bagi rakyat.

Nampaknya, Jokowi terus berusaha mendapatkan dukungan internasional, melalui liberalisasi ekonomi, dan membangun infrastruktur. Maka, menurut mantan Menteri Keuangan di zaman Soeharto, Fuad Bawazier, mengkritik pahamekonomi pemerintahan Joko Widodo.

Fuad mengatakan,sudah banyak sumber daya milik Indonesia yang telah dijual kepada asing. Dia yakin, saat ini akan ada juga aset yang dijual,yakni berupa infrastruktur.

"Penjualan infrastruktur inilah yang menyempurnakan penjualan sumber daya yang telah banyak dijual sebelumnya," ujar Fuad saat diskusi dan peluncuran media online fastnews.com,dengan tajuk "Membedah Kebijakan Ekonomi Politik Pemerintah Jokowi-JK" di Jakarta Selatan, Jumat (5/12/2014).

Menurutnya dari kebijakan pemerintah saat ini, dapat dilihat ideologi yang sebenarnya dari Presiden Jokowi. Apakah ideloginya nasionalis atau kerakyatan. "Jokowi saya yakin turunan kebijakannya adalah neoliberal," katanya.

Dengan begitu, Fuad menegaskan, penjualan infrastruktur Indonesia kepada asing telah menghabiskan semua sumber daya negara. "Kita (Indonesia) tak jadi kompetitif," tuturnya.

Dibagian lain, janji kampanye Presiden Jokowi yang pro rakyat dinilai hanya hisapan jempol belaka. Sebab, di awal pemerintahannya justru kebijakan yang dilahirkan Jokowi jauh dari harapan rakyat.

Hal yang sama disampaikan oleh Ichsanuddin Noorsy. Dia mengatakan kini relasi penanaman modal asing dan perusahaan asing luar biasa.

"Padahal dulu Soekarno 1956 membatalkan keberadaan perusahaan asing yang membuktikan Indonesia tak sejahtera," ujar Ichsan dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Jumat (5/12/2014).

Keputusan revolusioner Soekarno pun tak sampai di situ. Pada 17 Agustus 1965, lanjut Ichsan, Soekano juga membatalkan undang-undang penanaman modal asing (PMA). Namun sayangnya, dalam waktu lima minggu setelah itu Soekarno dijatuhkan.

"Kalau kondisi sekarang sama seperti yang dikatakan Bung Karno dan Bung Hatta dulu, kita belum merdeka," katanya.

Dia menegaskan agar Jokowi dan para petinggi pemerintah kembali kepada ekonomi konstitusi. "Kita bangga dengan demokrasi politik, tapi tak pernah memperhatikan demokrasi ekonomi," tuturnya. 

Penilaian itu disampaikan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, (IMM) Dedi Irawan, melalui pernyataannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (4/12/2014).

Menurutnya, kabinet kerja pemerintahan Jokowi tidak sesuai dengan fakta yang dirasakan rakyat. Dimana, kabinet kerja tersebut hanya mengedepankan pencitraan. "Jokowi harus segera mengevaluasi kinerja menteri di kabinetnya, jangan hanya bermain pencitraan semata dalam melayani rakyat," kata Dedi.

Dedi mengatakan, kebijakan yang diputuskan pemerintahan Jokowi nyatanya tidak peka terhadap kehidupan dan perekonomian rakyat kecil. Misalnya, pencabutan subsidi BBM yang berdampak luas dan sistemik terhadap seluruh lapisan masyarakat.

"Evaluasi kebijakan pencabutan subsidi bahan bakar minyak, khususnya pada aspek yang berimplikasi langsung terhadap kesejahteraan dan kebutuhan rakyat kecil," tegasnya.

Jokowi, kata Dedi, agar memastikan untuk tetap mendengar aspirasi masyarakat sipil sebagai komponen rakyat yang sejak awal bekerja keras mendukung.

"Khususnya dengan memastikan agar orang-orang yang berada di sekitar presiden adalah orang-orang yang tidak arogan terhadap rakyat dan tidak terlibat dengan komplotan politikkartel, mafia, maupun kekuatan oligarki," katanya.

Memang, sejarah dan waktu yang akan menentukan, apakah Jokowi itu negarawan atau hanya pejual 'citra' blusukan kepada rakyat yang sudah kenyang dengan berbagai citra dari pejabat. [jj/dbs/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version