View Full Version
Senin, 08 Dec 2014

Akankah Jokowi Menjadi Soeharto Jilid Dua Dengan Mengkhianati Demokrasi?

JAKARTA (voa-islam.com)  - Di mana pun di dunia yang menganut sistem demokrasi pasti akan ada yang disebut 'check and balance'. Pemerintah yang berkuasa harus bersedia dikontrol oleh kekuatan oposisi. Bukan dengan mematikan kekuatan oposisi.

Tapi sekarang ada skenario mematikan kekuatan oposisi. Oposisi dipandang musuh, bukan partners. Jika pemerintah Jokowi tidak ingin dikontrol oleh oposisi melalui parlemen (DPR), maka kekuasaan itu, pasti berubah menjadi tirani. 

Sekarang berlangsung skenario penghancuran kekuatan oposisi yang tergabung Koalisi Merah Putih dengan menghancurkan 'pusat syarafnya' yaitu Golkar. Dengan membuat penghancuran model PPP. Politik 'belah bambu' yang menjadi model menghadapi opoisisi ala Soeharto, sekarang dipraktekan oleh rezim Jokowi. 

Pendukung Koalisi Merah Putih yang sudah dihancurkan dari dalam yaitu PPP. Dibuat PPP  tandingan alias 'brutus' (pengkhianat), dan kemudian pengurus yang pro-pemeritah yang diakui.

Sekarang giliran Golkar dihancurkan, dan pemerintah Jokowi mendukung kubu Agung Laksono yang terang-terangan mendukung pemerintah Jokowi dan keputusan Munas ala Agung Laksono membubarkan KMP. 

Sementara itu, Pemerintahan Joko Widodo memastikan tak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie ataupun kubu Agung Laksono.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Harkristuti Harkrisnowo, menegaskan bahwa lembaganya belum dapat mengesahkan kepengurusan partai yang masih mengalami konflik internal. 

“Pemerintah tak dapat mengesahkan kepengurusan partai itu. Penyelesaiannya harus melalui mahkamah partai atau pengadilan,” kata Harkristuti ketika dihubungi, Ahad 7 November 2014. Menurut dia, sikap pemerintah mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. 

Pasal 24 undang-undang itu menyatakan pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan hingga perselisihan partai selesai. Perselisihan harus diselesaikan dalam waktu paling lambat dua bulan melalui mahkamah partai atau pengadilan.

Aburizal Bakrie kembali terpilih sebagai ketua umum dalam Musyawarah Nasional Golkar di Bali. Sedangkan Presidium Penyelamat Golkar, yang dikomandani Agung Laksono, menggelar musyawarah tandingan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, sejak Jumat lalu. Munas di Jakarta digelar lebih cepat dari rencana semula, pertengahan Januari 2015. 

Anggota tim penyelamat Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, mengatakan percepatan musyawarah bertujuan mencegah pengesahan hasil Munas Bali, yang selesai pada Rabu lalu. Sesuai dengan Undang-Undang Partai Politik, kata Agun, pemerintah harus memberi jawaban pengesahan tujuh hari setelah menerima perubahan susunan kepengurusan. 

“Munas Januari terlalu lama. Sementara mereka (kubu Aburizal) akan melaporkan hasil munas dalam tempo sepekan, dan pemerintah akan menetapkan,” katanya. Agun juga menyatakan Presidium Penyelamat Golkar segera menggugat kepengurusan Aburizal ke pengadilan. 

Wakil Ketua Umum Golkar kubu Aburizal, Ahmadi Noor Supit, optimistis pemerintah mengakui kepengurusan hasil musyawarah di Bali. “Kepengurusan kami paling berdasar hukum,” kata Ahmadi. Dia menuding musyawarah di Jakarta ilegal karena Golkar telah memecat Agung Laksono cs. 

Sedangkan Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo menuding kubu Agung sengaja memanfaatkan celah di Undang-Undang Partai Politik untuk mengajukan kepengurusan. Bambang menyatakan partainya siap menghadapi gugatan yang diajukan kubu Agung ke pengadilan. 

Agung Laksono balik menuding musyawarah di Bali ilegal karena tak diadakan pada pertengahan Januari 2015. Dia optimistis pemerintah bakal mengesahkan kepengurusan hasil Munas Ancol. “Kami akan langsung menyerahkan susunan pengurus setelah munas selesai,” ujarnya. Agung juga siap jika konflik Golkar berlanjut hingga ke pengadilan. 

Pengamat pemilu yang juga bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, I Gusti Putu Artha, mengatakan pemerintah memang berhak menolak kepengurusan partai yang sedang berkonflik. Tapi dia mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati menetapkan kepengurusan Golkar.

Apalagi, kata Putu, sempat beredar kabar bahwa Menteri Dalam Negeri datang ke Munas Ancol. Dalam musyawarah dua kubu, tak ada perwakilan pemerintah yang hadir. Bahkan, sebelum berlangsung Munas Ancol, terbetik kabar para 'brutus' (pengkhianat) Golkar bertemu JK di Semarang.

Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Golkar IX di Ancol Jakarta, Agung Laksono langsung menyatakan partainya keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP). Pernyataan itu diteriakannya usai secara resmi terpilih dalam gelaran musyawarah nasional.

“Dalam rekomendasi munas sudah jelas, Golkar yang sekarang ini akan keluar dari Kalisi Merah Putih," kata Agung kepada wartawan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Senin (8/12). Begitulah gaya Golkar pendukung Jokowi-JK. [jj/dbs/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version