View Full Version
Jum'at, 19 Dec 2014

Komnas HAM Minta Densus 88 Stop Praktek Penghilangan Orang Secara Paksa Atas Nama Terduga Terorisme

JAKARTA (voa-islam.com) - Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Wakil Ketuanya Siane Indriani mengecam praktek-praktek penangkapan semena-mena dan tanpa surat pemberitahuan pada keluarga terhadap 2 warga Poso atas nama Farid Makruf dan Ahmad Wahyono beberapa waktu lalu.

“Densus 88 Harus stop praktek penghilangan paksa atas nama terduga terorisme,” kata Siane melalui keterangan tertulisnya, yang diterima redaksi voa-islam.com Rabu (17/12/2014).

Farid, jelas Siane, tidak pulang sejak 8 Desember 2014 sejak berjualan di pasar Tinombo Poso. Ada saksi yangg melihat Farid disergap dan dimasukkan ke mobil beserta motornya secara kasar hingga satu sendal jepitnya tertinggal.

“Hingga kini isteri dan 3 anaknya yg masih kecil sering menangis mencari kabar dimana Farid berada, krn tanpa ada surat penangkapan maupun pemberitahuan. Baru belakangan katanya ada kabar ditangkap Densus, padahal bukan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” ujarnya.

Sementara Ahmad Wahyono, kata Siane, ditangkap di jl. Pulau Seram 10. Desember 2014 juga tanpa surat pemberitahuan. Atas dua kejadian ini Komnas HAM mengecam keras aksi-kasi brutal Densus terus menerus dilakukan.

“Praktek-praktek ini sama dengan penghilangan orang secara paksa. Selama ini sudah ratusan orang ditangkap tanpa pemberitahuan dan sebagian besar mengalami penyiksaan dan lebih dari 110 orng ditembak mati sebelum menjalani proses hukum,” tuturnya.

Siane mengungkapkan bahwa tuduhan terlibat dalam aksie terorisme dipakai sebagai alasan untuk menyiksa dan menculik orang karena dengan dalih berbahaya. Cara-cara semacam ini seharusnya harus diakhiri karena melanggar Hukum dan melanggar HAM.

“Densus dan BNPT seharusnya stop cara kekerasan atas nama terorisme, karena ada banyak fakta yg ternyata salah tangkap dan tidak bisa dibuktikan krn sudah telanjur tewas dalam penangkapan tanpa perlawnan,” pungkasya.

 

Densus 88 dan BNPT Bertindak Seperti “Koboi”

Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Ustadz Harits Abu Ulya mengatakan dalam menjalakan proyek menanggulangi terorisme, Densus 88 dan BNPT selalu bertindak seperti “koboi”.

"Densus 88 dan Satgasnya BNPT hobi jadi "koboi" untuk menjalankan proyek kontra terorisme, yang sering terjadi adalah tangkap, culik, siksa, bunuh, tahan, urusan benar gaknya belakang,” katanya kepada voa-islam.com, via whatsapp, ketika dimintai tanggapannya atas pernyataan Komnas HAM yang meminta Densus88 menghentikan penghilangan secara paksa terhadap terduga terorisme.

Karena semua itu, menurut Ustadz Harits bisa di buatkan alasan dan rasionalisasi pembenaran tindakan-tindakan yang menabrak criminal justice system tersebut.

“Jadi aparat penegak hukum seperti Densus 88 harusnya tidak boleh ada di negara yang notabene pengusung demokrasi seperti Indonesia. Tidak bisa dengan alasan demi menyelamatkan demokrasi, main "koboi" terhadap rakyat yang dianggap sebagai ancaman dengan label teroris,” tutupnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version