JAKARTA (voa-islam.com) - Kalangan pendukung dan relawan Jokowi yang terdiri kalangan liberal, sekuler, dan phalangis (kristen), menginginkan Presiden Jokowi mendepak Megawati. Karena Mega sudah terlalu tua, dan sangat konsevatif, tidak lagi cocok dengan perubahan zaman, ungkap pendukung Jokowi.
Mereka yang menginginkan Megawati lengser, termasusk walikota Solo, FX Rudyatmo. Usaha-usaha pendongkelan Megawati, terus berjalan, dan mereka juga menolak PDIP itu dipimpin 'trah Soekarno', seperti Puan Maharani. Karena, memang Puan Maharani yang sekarang menjadi 'Menko' itu, tak memiliki kapasitas sebagai pemimpin.
Tragisnya, sekarang Jokowi yang numpang 'hidup' di PDIP, sampai menjadi presiden itu, tak lain, berkat keputusan politik Mega dan PDIP yang mencalonkan dirinya sebagai calon presiden. Megawati harus mendapatkan restu dari Jokowi untuk memimpin PDIP kembali.
Begitu Jokowi menentukan nasib Mega di PDIP. Sehigga, Jokowi perlu mengeluarkan statement resmi yang 'merestui' Mega memimpin PDIP. Kemudian, dalam statementnya Jokowi meminta Megawati Soekarnoputri untuk kembali menjadi Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan.
Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, dengan adanya dukungan Jokowi, maka secara otomatis Megawati dipastikan bakal kembali memimpin PDIP dalam Kongres PDIP pada April 2015 di Bali.
"Di dalam rakernas keempat, Bapak Jokowi sendiri mendukung Ibu Megawati untuk ditetapkan kembali sebagai ketua umum PDIP pada masa bakti 2015-2020," kata Hasto, di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2014).
Selain mendapat dukungan dari Jokowi, kata Hasto, terpilihnya kembali Megawati sebagai ketum PDIP merupakan kesepakatan bersama dari seluruh kader saat rakernas.
"Ini juga sesuai dengan objektivitas dari partai, dimana Ibu Mega tidak hanya figur yang membangun partai dari masa-masa yang sangat sulit tetapi juga mampu menjadikan PDIP sebagai partai yang setia pada jalur ideologi meskipun itu melalui jalan yang tidak mudah," jelasnya.
Lebih lanjut Hasto mengatakan, Megawati dipandang sebagai sosok yang tepat dan tidak tergantikan. Terlebih setelah sukses kembali memenangkan Pemilu 2014 dan mengantar Jokowi menduduki kursi Presiden.
"Berdasarkan aspirasi dari arus bawah memandang bahwa Ibu Mega lah sosok yang tepat untuk memimpin PDIP. Beliau tidak tergantikan dan memberi kesempatan kepada Ibu Mega untuk melanjutkan proses konsolidasi yang sangat berat yakni konsolidasi personel," tandasnya.
Untuk itu, kata Hasto, Kongres PDIP pada April 2015 nanti tinggal pengesahan Megawati sebagai ketum.
"Nantinya kongres ke-4 tinggal mengukuhkan Ibu Mega sebagai ketua umum sesuai dengan spirit di dalam rakernas dan sesuai dengan kondisi bangsa dan PDIP," kata Hasto.
Selain itu, di internal PDIP, Mega dipandang menjadi faktor perekat, dan belum digantikan oleh siapapun. Menurut kalangan PDIP hanya Mega yang bisa meredam konflik di internal PDIP. Mereka belum membayangkan PDIP tanpa Mega, kemungkinan besar akan penuh dengan konflik.
Jadi partai politik di Indonesia masih sangat feodal, dan hanya ditentukan oleh segelintir orang (oligarki), dan memiliki darah keturunan dari tokoh yang dianggap berkarisma seperti Soekarno. Sekarang hal ini berkembang di Partai Demokrat yang menginginkan SBY memimpin kembali Demokrat.
Antara PDIP dan Demokrat itu, berubah menjadi partai feodal, dan tidak mungkin akan menciptakan sistem yang demokratis di internal partai mereka. Tidak mungkin akan berlangsung regenerasi.
Setiap regenerasi yang berlangsung akan bertabrakan dengan sang 'tokoh'. Ibaratnya PDIP itu Megawati, dan Demokrat itu SBY. Atau Megawati itu PDIP dan SBY itu Demokkrat. Indonesia tidak pernah akan bisa maju dengan model kepemimpinan yang feodal. [dimas/dbs/voa-islam.com]