JAKARTA (voa-islam.com) - Berulang lagi setiap tahun. Di berbagai penjuru kota Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia, saat menyambut datangnya tahun baru Masehi.
Berbondong-bondong ke tempat-tempat hiburan, atau tempat-tempat keramaian. Menyambut datangnya tahun baru Masehi. Sejatinya tahun baru Masehi masih bagian dari acara NATAL.
Tapi, sebagian besar yang menyambut tahun baru Masehi itu, bukan orang-orang Kristen belaka. Di Indonesia justru yang menyambut tahun baruh Masehi, adalah kaum Muslimin.
Sejak usai Ashar, mereka sudah bergegas menuju ke tempat-tempat yang menjadi pusat berkumpulnya berbagai kalangan yang ingin menyambut tahun baru Masehi. Seperti Ancol, Monas, Bunderan Hotel Indonsia, dan sejumlah tempat lainnya.
Mereka sambil berkeliling naik kendaraan motor, mobil, dan bahkan jalan kaki, hanya satu tujuan ikut memeriahkan menyambut tahun baru. Ini berlangsung setiap tahun, hingga pagi hari.
Mereka seakan seperti sudah menjadi bagian dari kegiatan ‘musyrik akbar’ yang merupakan bagian ritual NATAL. Tetapi, begitu sedikit kaum Muslimin yang menyadai hal ini. Mereka menikmati dan ikut bergembira dan berhura-hura menyambut datangnya tahun baru Masehi itu.
Memang, pesta ‘kemusyrikan akbar’ yang berlangsung di pusat-pusat kota sejagat itu, terus berlangsung dengan segala bentuknya. Mungkin di Barat mereka menikmati , sesuai dengan kondisi di Barat, yang setiap bulan Desember, berada di musim dingin yang menggigit, mereka membuat pohon ‘NATAL’, dan lampu hias yang ‘kelap-kelip’, di tengah musim dingin.
Di Indonesia kaum Muslimin sudah larut dalam budaya ‘syirik akbar’ dan terus berlangsung di setiap tahun, dan mereka ikut memeriahkan mulai sejak sore hingga pagi.
Belum lagi mereka itu ikut membakar kembang api, dan petasan dalam menyambut datangnya tahun baru Masehi. Ini sudah menjadi agenda setiap tahun bagi Muslim. Padahal, penyambutan tahun baru itu, bagian dari acara kegiatan NATAL.
Meniup terompet berlangsung di mana-mana, bukan hanya di kota-kota besar, tapi sampai ke kota kabupaten. Seakan terompet itu dibunyaikan dalam rangka menyambut tahun baru itu, sesuatu yang biasa saja.
Padahal, meniup terompet menurut ahli Kristologi, Insan Mokoginta, bagian dari acara NATAL. Terompet itu dalam rangka menyambut Tuhan Jesus.
“Tiup nafiri dan bunyikanlah,
Jesus mau datang lagi, datang lagi, datang lagi,
Jesus datang lagi, datang lagi …
Begitu nyanyian dalam menyambut Jesus. Kaum Muslimin ikut serta dalam menyambut tahun baru Masehi yang menjadi bagian dari ritual NATAL kaum Nasrani, yang berlangsung setiap tahun. Akankah Muslim setiap tahun ikut serta dalam menyambut pesta ‘kemusyrikan akbar’? (dimas/voa-islam.com)