View Full Version
Selasa, 06 Jan 2015

Pemerintah Larang Pengajar Asing; Bagaimana Nasib para Syaikh yang Mengajar di Indonesia?

JAKARTA (voa-islam.com) - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan melarang tenaga kerja asing (TKA), kategori profesi guru dan dosen teologi dari semua agama bekerja di Indonesia.

Menteri Ketenagakerjaan Muh. Hanif Dhakiri mengemukakan bahwa dengan kebijakan ini pemerintah menegaskan tidak menginginkan lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi penumbuh benih- benih radikalisasi radikalisme dari agama manapun.

“Kita menutup pintu untuk TKA yang berprofesi guru atau dosen agama maupun teologi. Ini sebagai salah satu upaya menghindarkan lembaga agama tidak dijadikan lahan persemaian ide atau kaderisasi yang radikal,” ungkap Menaker M. Hanif Dhakiri saat di Jakarta beberapa waktu yang lalu.

Menurut Hanif, larangan itu telah diberlakukan dalam dua bulan terakhir. Pelarangan tersebut telah ada dalam regulasi revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permernaker) No. 40 tahun 2012 mengenai jabatan-jabatan yang tertutup bagi TKA.

“Radikalisme agama apapun tidak boleh berkembang di Indonesia. Anak-anak Indonesia harus memperoleh perndidikan agama sesuai dengan kultur indonesia dan kebhinekaan,” tutur Hanif

 

Bagaimana Nasib para Syaikh di Indonesia?

Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim. Ada banyak madzhab yang berkembang di Nusantara ini, sehingga tidak dipungkiri, karena besarnya niat dan semangat para santri dalam mempelajari dinul Islam ini, tidak sedikit negara-negara dari Jazirah Arab ikut sumbangsih dalam mendakwahkan Islam di negeri ini.

Arab Saudi misalnya, sebagai negara terbesar yang memberikan sumbangsih dakwah manhaj salaf di Indonesia ini, telah menyebar pengajarnya di beberapa kota besar di Indonesia. Bukan hanya Saudi Arabiasaja, tapi seperti Yaman, Yordania, Sudan, Pakistan, Suriah, bahkan Iran yang beragama Syiah, juga banyak mengirim para pengajarnya di Indonesia.

Hal itu terbukti dengan banyaknya sekolah atau perguruan tinggi, yang langsung dibawahi oleh negara-negara tersebut. Misalnya saja LIPIA, Ar Roiyah dan lain sebagainya. Sudah tidak rahasia lagi bahwa sekolah perguruan tinggi tersebut dipenuhi banyak para pengajar dari luar negeri.

Belum lagi sekolahan atau pesantren yang punya link dengan luar negeri, biasanya mereka juga mendatangkan para pegajar untuk meningkatkan kualitas keilmuan para santri.

Tentu saja, ini adalah sebuah problem yang harus dicari jaan tengahnya. Tidak bisa pemerintah sewenang-wenang untuk menindak stiap pengajar yang ada, dengan alasan memberantas radikalisme, tetapi harus benar-benar ditimbang berdasarkan bukti yang ada. [bbs/protonema/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version