View Full Version
Kamis, 19 Feb 2015

Sejenak Singgah di Kota Sarang, Kota Santri Pencetak Ribuan Ulama Nahdiyin

REMBANG (voa-islam.com) - Ribuan Dai dan Ulama dari Nahdiyin telah dicetak serta jutaan santri juga telah merasakan samudera kedalaman ilmu Islam, saat mereka belajar di sebuah kota kecil bernama Sarang. Kota Sarang terletak di antara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur di wilayah Pantura.

Pondok pesantren Al-Anwar, adalah salah satu nama pesantren yang termashur di wilayah jalur Pantura ini. Pondok yang didirikan oleh KH Maimun Zubair itu telah menjadi simbol dari kegagahan dakwah Nahdiyin di wilayah Rembang, yang sudah tidak perlu diragukan lagi ketenarannya.

Terlebih dihadapan jamaah warga Nahdiyin, nama Pondok Al Anwar, Sarang dan sosok kharismatik KH. Maimun Zubair adalah sesuatu yang melekat di hati mereka. Alumni pondok tersebut banyak mendapatkan tempat di hati warga Nahdiyin.

Senin, (16/02/2015) yang lalu, Reporter voa-islam.com mencoba untuk bersinggah sebentar dan bersilaturahim ke Pondok Al Anwar Karangmangu Sarang, Rembang, untuk bertemu dengan KH Maimun Zubair. Akan tetapi, karena sesuatu hal, Allah belum izinkan Reporter voa-islam.com belum bisa bertemu langsung.

 

KH Maimun Zubair dan Karismatik Beliau di Masyarakat

Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padu dan seimbang.

Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.

Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.

Karismatik dihadapan masyarakat sangatlah terlihat, dimana setiap kali Reporter voa-islam.com mencoba mencari info tetang beliau, setiap penduduk menaruh rasa hormat dan simpatik serta tunduk akan fatwa-fatwa beliau.

Seorang ibu di warung tepat berada di jalan persimpangan menuju lorong Pondok Al Anwar, coba dihampiri, dan disaat ditanya, ibu itu mengkatakan.

“Wah Mbah Moen itu sosok ulama sepuh ingkang jujur, yang sulit untuk ditandingi, ketawadhuannya dan sikap saling menghormatinya menjadi contoh bagi umat” tuturnya.

 

Kitab Kuning, Sarung dan Rokok

Di saat Repoter voa-islam.com mencoba menelusuri lorong-lorong di areal Pesantren, tepat pukul 09.35WIB, terlihat para santri berlalu lalang, berjalan begitu banyak, mungkin ribuan. Sungguh hati terasa senang, bahagia dan damai melihat wajah-wajah generasi muda Islam yang giat mempelajari Islam di pesantren.

Ada sesuatu yang mencuri perhatian, dimana setiap kaum itu mempunyai khas dan gaya tersendiri. Dari awal hingga akhir, tak kami temukan satu santripun yang memakai celana, semuanya mengenakan sarung, dengan gaya khas santri Nahdiyin, serta songkok nasional peci hitam dan mendekap kitab kuning di tangan kanannya. Sungguh khas yang tak pernah usang.

Bukan hanya itu, terlihat beberapa santri yang sedang ngobrol di tenda dan kantin serta warung di sekitar areal pesantren, mereka bergurau untuk melepas lelah dengan khas Nahdiyin tangan kiri tersempit rokok sebagai pelepas jenuh.

Tentu tidak semua terlihat merokok, hanya saja di dunia Nahdiyin rokok bukanlah sesuatu yang haram, sebagaimana difahami oleh orang-orang di luar Nahdiyin, sehingga pandangan santri terhadap erokok bukanlah hal yang pelu ditabukan dihadapan mereka.

Semoga umat dan para santri yang kini belajar dinul Islam kelak menjadi generasi Muslim yang sejati, memikul amanah perjuangan hingga Islam jaya di Nusantara. [protonema/voa-islam/com]


latestnews

View Full Version