SOLO (Voa Islam) - Akhirnya, sidang Pra Peradilan yang diajukan 4 Pemohon yang merupakan aktivis pengajian di Solo melawan Kapolri cq Kapolda Jawa Tengah cq Kapolresta Surakarta, menolak ajuan Pemohon. Artinya, pihak Kepolisian sebagaimana sidang praperadilan sebelumnya atas nama Pemohon Agus Junaedi di PN Kelas 1 Surakarta ini, masih sebagai pemenangnya.
Para Pemohon yang terdiri dari Roby Rahardian (31 tahun), M. Hudzaifah Al Mubarrok (20 tahun), Dani Ardiyanto (19 tahun) dan Panto Wiyono (24 tahun) memberi kuasa hukum kepada Drs. Joko Sutarto, SH untuk mengajukan Ajuan Sidang Praperadilan yang dimulai pada hari Rabu (8/4) dan ditutup pada selasa (14/4) kemarin ini.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Didit Susilo Guntono, SH.MH dimana pihak kepolisian mendatangkan 4 Advokatnya yakni: AKBP Yuli Siswantoro, SH., Kompol Hartono, SH, MH., AKP Ari Sumarwono, SH, MH.dan AKP Hadijah Sahab, SH. Juga selalu mendapatkan pengawalan penuh pihak kepolisian, baik pihak puluhan Brimob maupun belasan Polwan yang berperan sebagai Negosiator, sebagaimana tertulis pada punggung rompi yang mereka kenakan.
Ustadz Edi Lukito, SH sebagai Ketua Umum Laskar Ummat Islam Surakarta (LUIS) yang menghadiri acara sidang penutupan tersebut tidak mau berkomentar. Namun kabar datang dari Kuasa Hukum, drs. Joko Sutarto, SH dan diperkuat oleh Ustadz Endro Sudarsono, SPd.I (Humas LUIS), bahwa pada sessi persidangan berikutnya, sudah ada 12 Pengacara yang akan mendampingi untuk membela ke-5 aktivis pengajian tersebut.
Ke 12 Pengacara yang diberi nama TAU (Team Advokasi Ummat) tersebut adalah:
1. DR. Mulayadi, SH, MH
2. Edi Santosa, SH, MH
3. S. Kalono, SH, MSi
4. Kurniawan, SH, MH
5. Endra, SH, MH
6. Guntoyo, SH
7. Wiyono Aryo Negoro, SH
8. Heri Dwi Utomo, SH
9. Drs. Joko Sutarto, SH
10. Joko Haryadi, SH
11. Joko Priyadi, SH
12. Budiyono, SH
Alhamdulillah, walaupun masih bermain dalam sistem hukum yang ada, setidaknya ummat Islam di Solo semakin menampakkan keberpihakan mereka kepada aktivitas Nahi Munkar yang dilakukan para aktivis pengajian. Hal ini semestinya juga menjadi catatan bagi pihak kepolisian, bahwa mereka harus lebih serius dan bekerja keras dalam membuktikan diri sebagai institusi hukum yang menjadi pengayom dan pelindung masyarakat.
Tentunya para aktivis pengajian tidak perlu turun tangan menangani hal-hal yang berkenaan dengan penyakit masyarakat seperti Miras. Adanya penjual Miras yang menjadi pokok pangkal permasalahan malah menjadi kabur dan tidak diperhatikan, sementara penangkapan polisi yang dialami 5 aktivis pengajian ini seakan malah mengkriminalisasikan mereka. Pertanyaannya, apakah pihak kepolisian sudah menjalankan tugas dan kewajiban hukum dilingkup wilayah tugas mereka? (AF/Voa-islam.com)