View Full Version
Senin, 27 Apr 2015

Mega : Bukan Lagi Ingin Reshufle, Tapi Jokowi Lengser!

JAKARTA (voa-islam.com) - Tampaknya 'Teuku Umar" belum puas dengan berbagai pernyataannya di Kongres Bali, yang jelas-jelas mengatakan Jokowi itu  hanyalah 'PETUGAS PARTAI'. Isyarat dari 'Teuku Umar' ingin Jokowi lengser, bukan lagi reshufle kabinet.

Hal itu, seperti diungkapkna oleh politikus PDI Perjuangan (PDIP), Effendi Simbolon yang melakukan  'pukulan politik' terhadap Presiden Jokowi. Tonjokan politik yang dilakukan oleh Effendi Simbolon, hampir pasti atas restu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Effendi menegaskan, untuk mengembalikan kewibawaan negara dan pemerintah, maka harus dilakukan REPOSISI PRESIDEN, ujarnya. Sebab, reshuffle kabinet tidak dapat menyelesaikan persoalan negara.

"Reposisi Presiden Jokowi," kata Effendi, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/4/2015). Hal itu satu-satunya jalan yang dapat mengembalikan kewibawaan negara dan pemerintah Indonesia. Benarkah?

Effendi tahu bahwa perombakan kabinet merupakan alternative untuk memperbaiki kinerja pemerintahan Jokowi. Namun, Effendi melihat, reshuffle kabinet itu tidak banyak gunanya, sehingga dia menginginkan reposisi presiden alias penggusuran/pelengseran Jokowi dari istana.

Tidak aneh, sebab Effendi selama ini sering menyatakan, sudah saatnya pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Jokowi dilakukan. Alasannya macam-macam, namun alasan ekonomi-politik nampaknya yang paling menentukan.

Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menjadi bukti bahwa tim ekonomi pemerintahan Jokowi lemah

Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menjadi bukti bahwa tim ekonomi pemerintahan Jokowi lemah. Dan kondisi itu tak pernah terjadi di era kepresidenan Habibie sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga tak berhasil menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Di tengah daya beli rakyat yang menurun, Jokowi juga gagal memperkuat sektor riil. Padahal sektor riil merupakan salah satu solusi yang bisa memperkuat Rupiah. Memang harus diakui bahwa sejak awal 2014 nilai ekspor cenderung menurun, karena salah satu indikatornya sektor riil tidak berkembang, stagnan.

Kabinet Jokowi harus menyadari bahwa sektor riil lebih banyak berdiri sendiri, bahkan akses ke bank-pun sulit. Sektor riil tidak pernah mendapatkan insentif memadai, sementara suku bunga tinggi, dan beban pajak tinggi.

Tak mengherankan kalau pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah Lukman Hakim mengatakan, terpuruknya nilai Rupiah era pemerintahaan Jokowi paling buruk dibandingkan era pemerintahan Habibie sampai SBY. Dan itu memukul keras sektor riil dewasa ini.

Suara-suara yang sumbang itu, terus muncul dari dalam PDIP, bersamaan dengan kegagalan Jokowi mengelola negara. Bukan semata karena faktor para menterinya yang dinilai negatif, tapi lebih karena faktor kepemimpin Jokowi yang 'under capicity'. Dari walikota terus langsung presiden.

Jokowi produk  sebuah rekayasa kalangan liberal, sekuler, 'Asing dan A Seng' yang menggunakan media massa dan media sosial, yang melakukan kampanya secara massal atas produk mereka yaitu Jokowi. Sekarang 'Jokowi' nampak sebagai produk yang gagal, dan di mana pertanggungjawaban mereka, yang sudah membuat rakyat semakin menderita. (dtta/dbs/voa-islam.com) 

latestnews

View Full Version