View Full Version
Selasa, 02 Jun 2015

Nasionalisme Islam, Salah Satu Pemikiran Tokoh-Tokoh Gerakan Islam

JAKARTA (voa-islam.com) - Dalam diskusi Insists yang berlangsung Senin (01/06) pagi kemarin, Ustadz Nuim Hidayat memaparkan tentang pendapat-pendapat Tokoh Gerakan Islam tentang nasionalisme.

Taqiyudin an Nabhani pendiri Hizbut Tahrir menyatakan nasionalisme dalam Islam tidak ada. Nasionalisme lahir dari pemikiran yang rendah dan seperti hewan yang mempertahankan wilayahnya.

Sementara itu Mohammad Natsir tokoh Partai Islam Masyumi menyatakan bahwa nasionalisme ada dalam Islam. Nasionalisme harus dilandasi oleh Islam dan dalam upaya membangun negara berdasarkan Islam.

Begitu pula Hasan Al Bana pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa nasionalisme bila dimaknai dengan cinta tanah air yang merupakan bumi Allah dan dimaksudkan untuk menjalankan hukum-hukum Allah di tanah air maka ia ada dalam Islam.

...nasionalisme bukan berarti membiarkan negeri-negeri Islam lain yang ditindas. Justru negeri Islam wajib membantu negeri Islam lainnya dan mengusahakan persatuan negeri-negeri Islam

Nasionalisme juga bermakna anti imperialisme. Kedua tokoh itu bersepakat bahwa nasionalisme bukan berarti membiarkan negeri-negeri Islam lain yang ditindas. Justru negeri Islam wajib membantu negeri Islam lainnya dan mengusahakan persatuan negeri-negeri Islam.

Hal yang sama diungkapkan oleh Abu A’la Maududi peletak dasar negara Islam Pakistan dan pendiri gerakan Islam Jamaat Islami.

Adapun tentang konsep negara, keempat tokoh itu bersepakat bahwa negara harus berlandaskan syariat Islam. Cuma bedanya ketiga tokoh itu kecuali Taqiyudin setuju dengan jalan parlementer. Sedangkan Taqiyudin mempunyai konsep revolusi damai.

Sedangkan tentang kepala negara Taqiyudin menggariskan bahwa namanya harus khalifah. Sedangkan ketiga tokoh itu tidak mengharuskan. Bisa bernama presiden atau lainnya, yang penting tokoh itu berpegang pada nilai-nilai Islam dan menjalankan hukum Islam dalam pemerintahannya.

Dalam masalah konsep bentuk negara, menurut peneliti Insists Nuim Hidayat, Taqiyudin menolak keras bentuk demokrasi. Ia bahkan mengatakan demokrasi adalah sistem kufur. Sedangkan ketiga tokoh itu mencoba menyatukan demokrasi dan teokrasi. Yakni demokrasi diterima sepanjang nilainya tidak bertentangan dengan Islam.

Bila bertentangan, maka nilai itu harus ditolak. Maka Mohammad Natsir menyatakan bahwa hal-hal yang bisa dimusyawarahkan wakil rakyat adalah hal yang tidak bertentangan dengan wahyu atau Islam. Bila suatu masalah didapati bertentangan dengan Islam, maka musyawarah harus berhenti.


latestnews

View Full Version