BANDUNG (voa-islam.com) - Salah satu masjid tua di Kota Bandung adalah Masjid Raya Cipaganti. Masjid yang berdiri pada 7 Februari 1933 lalu berada di titik strategis, yakni pinggir Jalan Cipaganti dan dekat dengan sejumlah tempat seperti pusat belanja Cihampelas, Setiabudi, dan Sukajadi.
Masjid Besar Kecamatan Sukajadi itu menyimpan banyak sejarah. Masjid ini mendapat sentuhan arsitek Belanda, Charles Prosper Wolff Schoemaker yang juga merancang desain Hotel Preanger dan Villa Isola dibantu Het Keramische Laboratorium Bandung (sekarang Balai Besar Keramik). Ketika itu, Gubernur Hindia-Belanda memerintah agar pusat kota beralih ke utara.
Menurut salah satu pengurus DKM Masjid Raya Cipaganti, Uju Dimyati (75), masjid ini banyak menerima kedatangan jamaah, tidak hanya warga Bandung tapi juga para pelancong. Banyak jamaah mengatakan masjid ini adem.
Bahkan, kesejukan Masjid ini kerap dirasakan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. “Katanya masjid ini adem. Dulu pak Soekarno sering ke sini ketika berada di Bandung. Kemudian Panglima TNI AH Nasution juga,” ujar Uju.
Uju Dimyati sendiri sudah hampir 50 tahun menjadi muadzin (tukang adzan) di masjid tersebut.
“Sekitar tahun 1965, Pak Sujai, muadzin dan marbot Masjid Cipaganti saat itu meninggal dunia dan waktu itu Penghulu Bandung menunjuk saya untuk menggantikan posisi Pak Sujai. Kemudian saya terima tawaran itu,” beber Uju Dimyati di Masjid Cipaganti, Bandung, Senin (22/6).
Selama hampir setengah abad menjadi seorang muadzin di salah satu masjid tua yang ada di Kota Bandung tersebut, telah banyak suka dan duka yang dirasakan oleh kakek delapan orang cucu ini.
“Kalau sukanya banyak kang, mungkin karena dari kecil bapak suka adzan jadi menikmati sekali profesi ini. Tapi kalau untuk dukanya ada juga tapi bapak enggan menceritakannya kepada orang lain,” ujar Uju.
Selama bulan suci Ramadhan 2015, tugas Uju sebagai muadzin sekaligus marbot di Masjid Cipaganti Bandung dimulai sejak pukul 03.00 dini hari.
“Kalau untuk bulan puasa jam 3 subuh bapak sudah datang ke masjid menyiapkan segala hal untuk shalat subuh dan sahur di sini. Biasanya kalau lagi bulan puasa tugas bapak di sini selesai antara jam 8 atau 9 malam,” ujar dia.
Ia menuturkan, tugasnya sebagai muadzin di masjid yang terletak di Jalan Cipaganti Nomor 85, Bandung ini akan terhenti jika sedang sakit. “Malah kalau bapak lagi sakit atau tugas ke luar, sebagian jamaah di sini tahu kalau yang adzan di masjid bukan bapak,” kata dia.
Walaupun tidak mendapatkan penghasilan yang besar sebagai muadzin di masjid tersebut, Uju mengaku tetap bahagia dan selalu bersyukur dengan segala yang ia dapatkan dari profesinya tersebut.
“Kalau masalah gaji mah jangan diomongin kang. Tapi alhamdulilah, kita harus tetap mensyukuri setiap pemberian Allah SWT sekecil apapun itu agar menjadi barokah bagi saya dan keluarga saya. Kadang rezeki itu datangnya dari mana saja, seperti dari jamaah yang datang ke masjid ini,” kata dia.
Ia menambahkan, kegiatannya yang bertambah selama bulan puasa di masjid selalu mensyukuri hal tersebut sebagai berkah yang diberikan Allah SWT.
“Alhamdulilah kegiatan di masjid ini selama bulan puasa banyak mulai dari tausiah sebelum tarawih, sesudah shalat subuh, bazar Ramadhan hingga tajil gratis sebanyak 300 bungkus per hari,” kata dia. [ara/jie/bes/pribumi]