View Full Version
Jum'at, 24 Jul 2015

KOMAT Desak Aparat Beri Keamanan untuk Muslim di Tolikara, Papua

JAKARTA (voa-islam.com)- Sepekan sudah tragedi anarkis pembakaran yang dilakukan umat Kristen di Tolikara, Papua atas umat Islam yang minoritas.

Tepat pada hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriyah (17 Juli 2015), puing masjid dan berpuluh-puluh kios milik muslim pun menjadi saksi atas keganasan umat kristiani tersebut. luluh lantak. Hancur.

Beberapa aktivis Islam, dakwah, ulama, hingga anggota dewan yang mengetahui peristiwa tersebut mengutuk serangan tersebut. Tak ketinggalan pula masyarakat ikut mengecam tindakan anarkis tersebut.

Di antara aktivis Islam, dakwah, ulama, juga anggota dewan yang simpati akan derita umat muslim di Tolikara, Papua spontan membangun, juga menggalang dana untuk umat muslim di sana. Adalah KOMAT (Komite Umat Muslim untuk Tolikara).

KOMAT berdiri untuk membantu memfasilitasi apapun untuk umat muslim Tolikara, Papua yang menjadi korban keganasan umat Kristen. Membantu melakukan mediasi dengan pemuka agama Kristen, dan juga berencana membantu membangun kembali masjid yang dibakar, misal berupa materil.

KOMAT juga mengeluarkan beberapa pernyataannya untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk pemerintah Pusat maupun Daerah. Berikut poin-poinnya:

1. Menolak pihak-pihak yang menghambat masuknya bantuan dari lembaga-lembaga kemanusiaan resmi dalam rangka pemulihan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Tolikara.

2. Meminta semua ormas dan elemen masyarakat secara bersama menyalurkan bantuannya secara terkoordinasi melalui BAZNAS dan LAZNAS yang dikoordinasikan oleh FOZ, agar pemulihan dan pembangunan perekonomian di Tolikara berjalan dengan efektif.

3. Mendorong pihak keamanan memberikan jaminan keamanan dan ketenangan bagi masyarakat muslim di Tolikara dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari, pasca insiden penyerangan shalat Idul Fitri.

4. Langkah hukum yang tegas, adil dan transparan terhadap aktor intelektual atau oknum-oknum yang terindikasikan melakukan gerakan radikalisme, separatisme, dan terorisme harus tetap dilakukan untuk mewujudkan keadilan.

5. Masalah Tolikara adalah masalah dalam negeri. Semua pihak perlu mewaspadai kepentingan asing atau pihak lain yang tidak bertanggung-jawab terhadap kedaulatan NKRI. TNI dan POLRI harus menindak unsur-unsur atau atribut yang mengarah pada keterlibatan pihak asing yang tidak bertanggung-jawab.

6. Mendorong semua pihak untuk mewujudkan kondisi damai dan toleransi di kabupaten Tolikara.

7. Mendukung Menteri Dalam Negeri untuk mencabut perda yang telah diakui oleh bupati Tolikara tentang aturan pembatasan pembangunan rumah ibadah di kabupaten Tolikara karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan tidak kondusif untuk toleransi dan kerukunan antar umat beragama khususnya di Tolikara.

Dinyatakan di Jakarta, 23 Juli 2015/ 7 Syawal 1436 H. Hadir pada saat itu Pakar Ekonomi Syariah Syafii Antonio, MIUMI (Majlis Intelektual Ulama Muda Indonesia) Bachtiar Nasir, Anggota DPR RI dari PKS Hidayat Nurwahid, Baznas Didin Hafidhuddin, KH. Yusuf Mansur, dan lainnya.

Pernyataan ini didukung setidaknya lebih dari puluhan aktivis Islam, dakwah, dan dari latar belakang lainnya. Berikut nama-namanya:

KH. Didin Hafidhuddin, KH. Hidayat Nurwahid, KH. Bachtiar Nasir, KH. M. Syafi’i Antonio, KH. Yusuf Mansyur, KH. M. Arifin Ilham, KH. Abdul Wahid Alwi, KH. Syuhada Bahri, Dr. Aries Muftie, KH. M. Zaitun Rasmin, KH. Bobby Herwibowo, KH. Haikal Hassan, Ust. Nur Effendi, Ust. Ahmad Juwaini, Ust. Fahmi Salim, Ust. Ahmad Mukhlis Yusuf, Ust. Moh. Arifin Purwakananta, Ust. Jeje Zaenudin, Ust. Musthofa B. Nahrawardaya, Ust. Adnin Armas, Ust. Irfan Syauqi Beik, Bidin Bachrul Ulumuddin, KH. Wahfiudin Sakam, Ust. Aat Surya Safaat, dan Ust. Farid Okbah. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version