BANDUNG (voa-islam.com) - Sekecil apapun kedzaliman yang menimpa warga negaranya dan dilakukan oleh aparatur negara, sangat tidak bisa ditolerir. Hal itu disampaikan oleh Direktur The Community of Islamic Ideological Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya.
“Kecuali negara ini minta dimaklumi oleh rakyatnya bahwa Indonesia sudah berubah jadi seperti negara tidak berperadaban; hukum rimba yang berlaku,” katanya kepada voa-islam.com, Senin (03/08) menanggapi aparat pemerintah yang malah menangkap dua warga NTT karena diduga menganut paham Islamic State Iraq and Sham (ISIS) bukan menangkap pelaku teroris yang membakar Masjid di Tolikara, Papua.
...seseorang tidak bisa dikriminalkan hanya karena menyampaikan atau memiliki sebuah gagasan, konsep, pemikiran kritis terhadap pemerintah. Dan jika ini terjadi maka mundur ke belakang dan melanggar kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat
Padahal menurut Ustadz Harits seseorang tidak bisa dikriminalkan hanya karena menyampaikan atau memiliki sebuah gagasan, konsep, pemikiran kritis terhadap pemerintah. Dan jika ini terjadi maka mundur ke belakang dan melanggar kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat.
“Kita bandingkan dengan perlakuan terhadap pelaku kriminal teroris kristen Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). Sangat bertolak belakang, yang satu hanya berdasarkan sangkaan dan dugaan tanpa pijakan dan payung hukum kemudian ditangkap. Tapi yang jelas-jelas aktual pelaku kriminal teroris di Tolikara didiamkan dan hanya 2 orang yang ditangkap,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya pihak kepolisian Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan mudah menangkap dua warga yang diduga menganut paham ISIS.
“Kita akan amankan keduanya demi keselamatan mereka dari hal-hal yang tidak kita inginkan. Begitu dikirim dari Alor, saya sebenarnya diam-diam saja, karena kalau masyarakat tahu, tentu akan membakar emosi masyarakat karena memang keduanya diduga terlibat ISIS," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah NTT, Komisaris Besar, Sam Kawengian. [syahid/voa-islam.com]