JAKARTA (voa-islam.com) - Orang Kristen Tapanuli utara yang beragama Kristen migrasi (pindah) ke Aceh Singkil dalam kurun waktu yang panjang. Ribuan orang, dan membentuk komunitas, budaya, dan agama (Kristen) di Aceh Singkil. Membangun komunitas Batak Kristen di Aceh Singkil yang berdekatan denganTapanuli utara. Bukan hanya itu. Mereka juga menyebarkan agama mereka, Kristen.
Daerah-daerah perkampungan yang belum ada orang Kristennya dengan kedatangan mereka, tiba-tiba berdiri gereja, dan berbagai aktifitas gereja. Termasuk adat kebiasaan mereka, dan sangat bertolak belakang dengan kehidupan Muslim di Aceh Singkil. Inilah yang menjadi titik persoalan, dan kemudian meledak menjadi konflik terbuka antara komunitas Batak Kristen dengan Muslim Aceh Singkil.
Sejatinya, umat Islam sudah berulangkali menghadapi serangan oleh golongan Kristen. Seperti di Ambon, Poso, Sampit, dan sejumlah tempat lainnya, begitu sangat menyedihkan. Umat Islam yang ingin membela saudaranya yang di zalimi oleh golongan Kristen, malah dituduh sebagai teroris.
Sekarang terjadi kerusuhan yang menyebabkan dibakarnya sejumlah gereja di Desa Suka Makmur, Kabupaten Aceh Singkil, Peristiwa di Aceh Singkil, kemudian membuat netizen prihatin, khususnya dari kalangan Kristen.
Seperti di lansir oleh cnn indonesia, mereka menyampaikan beragam suara, salah satunya melalui petisi online di Change.org.
Setidaknya sudah ada dua petisi yang berkaitan erat dengan kejadian yang menimpa warga minoritas di daerah tersebut. Penuntasan kasus dan peraturan menteri bersama tentang pendirian tempat ibadah menjadi sorotan.
Petisi pertama berkaitan dengan pengusutan rumah ibadah di Aceh Singkil. Petisi yang dibuat hari ini diposting oleh anggota Change.org bernama Noach Bonardo meminta agar negara harus memberi jaminan untuk rakyatnya beribadah.
"Karena negara harus menjamin rakyatnya untuk bebas beribadah dimanapun tempatnya yang sesuai dengan peruntukannya tanpa memandang agama dan suku manapun." tulis postingan tersebut.
Sejauh ini, baru beberapa netizen saja yang sudah menyatakan dukungannya terhadap petisi tersebut.
Petisi kedua ditujukan langsung kepada Presiden Joko Widodo, agar segera mencabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Dalam peraturan tersebut mensyaratkan harus ada KTP dari 90 orang pengguna rumah ibadah dan 60 masyarakat setempat agar rumah ibadah bisa dibangun di kawasan tersebut.
"klausul peraturan yang menyebutkan "dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang" untuk mendirikan rumah ibadah diskriminatif bagi penganut agama minoritas di suatu wilayah.
Adalah tidak mudah mengumpulkan tanda tangan 60 orang untuk mendapatkan izin pendirian rumah ibadah, apalagi jika yang diminta tanda tangan adalah warga yang agamanya berbeda dengan pihak yang akan mendirikan rumah ibadah." salah satu isi potongan petisi itu.
"Dan lagi sekarang ,banyak sekali kekerasan, penutupan, dan pembakaran rumah ibadah oleh kelompok anarkis karena alasan tidak memenuhi persetujuan 60 orang tersebut.
Kekerasan semacam ini, akan membuat terjadi balas membalas, dan mengikis rasa kebangsaan kita. Bayangkan negeri ini akan terkotak-kotak dan menghilang rasa toleransi kita sebagai sesama anak bangsa.
Indonesia tidak boleh dikelompok-kelompokan berdasarkan mayoritas dan minoritas, dimana hal tersebut malah akan membuat tercerai berai nya bangsa kita, dan menjadi rapuh.
Negara harus menjamin bahwa setiap warga negara bisa beribadah dimanapun mereka berada di seluruh indonesia.
Mari jadi bagian yang mendukung Indonesia yang tidak terkotak-kotak."
Sejauh ini baru segelintir saja netizen yang menyatakan dukungannya terhadap petisi tersebut.
Namun, perlu dipahami mengapa sampai terjadi kasus kerusuhan dan kemudian pembakaran terhaadap gereja? SKB Tiga Menteri itu, mengatur tata cara kegiatan penyebaran agama, termasuk pendirian gereja yang ditentang golongan Kristen.
Bahkan, di Bogor terkait dengan kasus pendirian Gereja Yasmin, dan pendiriannya ditolak oleh kalangan Islam itu, sampai golongan Kristen melakukan aksi kebaktian di depan Istana berulangkali, termasuk melaporkan SBY ke Komisi Hak Asasi Internasional PBB, dan menuduh pemerintah SBY tdak melindungi dan memberikan kebebasan kepada golongan Kristen di Indonesia.
Sebenarnya, dalam SKP Tiga Menteri itu, mengatur syarat pendirian gereja, dan harus mendapatkan persetujuan dari warga dan pejabat setempat, terkait ada atau tidaknya orang-orang Kristen di daerah tersebut. Namun, semua itu diabaikan oleh orang-orang Kristen. Dengan seenaknya mereka mendirikan gereja.
Sejak dulu, mereka dengan gigih, dan sikapnya itu berlansung sampai jamannya Jokowi menuntut dicabutnya SKB Tiga Menteri. Bahkan, pernah Ketua DGI (Dewan Gereja Indonesia) TB Simatupang yang menuntut pembubaran Departemen Agama.Begitulah arogansi golongan Kristen di Indonesia.
Gubernur Aceh yang baru Abdullah, tak lama sesudah dilantik, langsung menutup 17 gereja di Aceh. Itu karena gereja-gereja ini tidak memliliki izin dan didirikan di daerah yang orang Kristen hanya beberapa orang gelintir belaka. Selain itu, banyaknya terjadi kasus pemurtadan, menyebabkan rakyat Aceh menjadi marah. Jika sudah begini, siapa yang salah? (sasa/dbs/voa-islam.com)
Editor: RF